Who Am I? Not Spiderman

My photo
Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia
Rizky Novrianto is just an ordinary human being who try to live his life as extraordinary as it can be. I like to be different. You maybe able to find someone better than me, but You may never find someone like me. I hope common courtesy hasn't die yet. Treat people the way you want to be treated and even more, treat other people the way they want to be treated.

Thursday, June 20, 2013

Singapore -vs- Indonesia : Singapore Series Finale

Dua hari di Singapura, ada beberapa hal yang QQ perhatikan, Hal-hal yang kayanya membuat Singapura bisa menjadi seperti itu dan sayangnya, kenapa Indonesia ga bisa jadi seperti itu. 

Dulu banget, hal yang pertana QQ pikirkan tentang Singapura adalah, "Nih Negara ama Kota Palembang, jangan-jangan masih gede-an Palembang..."

Singapura Kecil sementara Indonesia besar, jelaslah mengurusnya lebih susah, itu alasan ngeles-nya beberapa orang jika ditanya tentang mengapa Indonesia ga bisa maju kaya Singapura. Fakta itu benar adanya, Namun coba bayangkan, pemerintahan RI ini dipecah juga ke yang lebih kecil. Ada Gubernur, ada Bupati/Walikota, Ada Camat, ada Lurah, ada Ketua RT. Bayangkan bagaimana jika setiap pemerintahan kecil tersebut memperlakukan wilayah mereka seolah-olah mereka memimpin sebuah negara sendiri.

KORUPSI dan MENTAL BANGSA

sebenarnya itu adalah kata kunci tentang mengapa Indoensia ga bisa maju-maju.

Selama QQ di Singapura, kayanya QQ belum ketemu polisi jaga di pinggir jalan, ato ada yang kena tilang. Yah, mungkin kareana cuma 2 hari juga yaaa... hahahaa...

Pertama turun dari pesawat tuh, yang QQ notice pertama adalah, banyak banget sih orang tua masih bekerja di wilayah bandara. Entah yang jadi tukang ngumpulin troli, ato tukang jaga eskalator pas ada rombongan troli naik, ato sekedar jadi cleaning service, entah karena semangat ato entah karena emang keinginan mereka sendiri, itu masih misteri. Meski ada pendapat yang bilang bahwa itu untuk membuat mereka tetap sibuk dan tetap punya harga diri di keluarga mereka bahwa mereka masih bisa mencari penghasilan sendiri.

Kemudian di Stasiun MRT, secara otomatis orang tuh ngantri, tanpa ada ibu-ibu yang cuek bebek tahu-tahu maen nyelip di depan. Dan satu hal yang mengagumkan adalah, di MRT tuh ga ada petugasnya. Beda banget ama busway, dimana pasti satu bis ada petugasnya. Yang lebih luar biasanya, Busway yang ada petugasnya aja orang-orang masih ga tertib, tapi ini MRT, tanpa petugas orang rapihnya luar biasa. Kalo ada yang turun, mereka menyingkir dulu, terus begitu yang turun abis, baru mereka naik. Kota ini sungguh tepat untuk QQ, hahaha...

Sepanjang jalan, yang QQ lihat tuh ga banyak, karena mungkin jalur MRT tuh banyak yang tertutup. Tapi sepanjang mata ngelihat, yang kelihatan tuh kaya apartemen-apartemen tinggi gitu. Ga di Indonesia ga di Singapura, tetep aja ada orang yang jemur bajunya di jendela/balkon, udah kaya di Rusun aja. Atooo, jangan-jangan yang jemur di jendela tuh, orang Indonesia... wakakaka, kayanya gitu deh... Rasanya tuh kaya jalan di wilayah sekitar Kelapa Gading gitu.

Di stasiun-Stasiun MRT pun yang sebenernya menyebalkan adalah, ga ada petugasnya juga. Jadi kalo kita sebagai pendatang trus bingung mau kemana ato naik apa, kita bingung mau tanya ke petugas mana. Jadinya mau ga mau, nanya ke orang lain.

Nah, masalahnya adalah, kalo kita melihat orang-orang Singapura di MRT, maka pemandangan yang terlihat adalah telinga-telinga yang tertutup oleh earphone atau mereka masing-masing sibuk dengan handphone masing-masing. Kayanya lagi-lagi nih kota tepat banget untuk orang autis kaya QQ... wakakakaka....

Bahkan counter keluar dan masuknya pun ga ada petugasnya, semuanya serba otomatis dan sedikit sentuhan manusia. Jadi menurut QQ, orang-orang yang datang ke Singapura baik itu yang berasal dari Indonesia atau dari kota lain, mau ga mau 'dipaksa' untuk mengikuti gaya hidup yang sudah terpatri di kota ini. Orang yang biasanya ga ngantri, mau ga mau harus ngantri. Orang yang masuk busway desak-desakan ama orang keluar, di sini mau ga mau harus ikut menunggu di garis yang telah disediakan.

Bedanya lagi sama orang Indonesia adalah di sini kayanya peraturan ada, kemudian benar-benar ditegakkan, sehingga pelanggar hukum akan takut untuk melanggar hukum yang ada. Kalo di Indonesia, udah jelas di bandara tuh dilarang ngerokok di tempat umum, tapi masih ada aja orang yang ngerokok, malah kadang ada polisi lewat, dia cuek aja.

Sepanjang jalan yang QQ lewati, ga ada tuh sampah sampah kaya botol plastik, bungkus permen. Sampe sungainya pun bersih, meskipun airnya tetep warna coklat, tapi ga ada sampah-sampahnya. Bandingkan sama kali-kali di Indonesia.

Dan yang ga QQ temui di Singapura adalah, Pedagang asongan dan kaki lima. Itu tempat wisatanya tuh beneran bersih dari tukang asongan ato pedagang kaki 5 yang ga jelas. Jadi wisatanya bener-bener sebuah wisata. Sama Tiang listrik dengan kabel yang kusut. Kalo di Indonesia, tiap kalo mau foto, kadang rusak komposisinya oleh kabel listrik dan tiang-tiang listrik dimana-mana. Ini beneran, kok ga ada Tiang listrik yaa? sebuah Kota impian seorang Fotografer Pemandangan. Karena QQ pernah membayangkan hal tersebut, Nih listrik di Indonesia napa ga dibuat di bawah tanah aja sih?

Sama satu lagi, penyebrangan jalan. Selama QQ jalan kaki menuju lokasi wawancara, Terlihat benar bahwa lampu penyebrangan jalan tuh diperhatikan. Kadang meski jalan kelihatannya sepi, tapi kalo lampunya masih merah, ga ada orang yang nyebrang jalan. Beda banget kalo di Indonesia, pasti aja langsung lari-lari berusaha nyebrang. Ini adalah bentuk kedisiplinan luar biasa. Dan mau nggak mau, sebagai pendatang, kita 'terpaksa' terkena culture shock ini dan mengikuti aturan yang ada.

Tapi kalo kita jadi orang disiplin seperti ini di Indonesia, yang ada malah kita terinjak-injak oleh budanya nyerobot yang ada. Ini adalah masalah pembangunan mental bangsa. Indonesia sudah terbiasa dengan idiom, bahwa "Damai itu Indah". Kalo kita ga pake helm, terus ketangkep polisi, dengan Rp.20rb aja kita bisa lepas, itu pun ditawar dari Rp.40rb.  

Harusnya mata pelajaran mulai dari SD ditambahi satu lagi, PMB. Pendidikan Mental Bangsa. Bagaimana kita mendidik generasi kita ini dengan sebuah mental berbanga dan bernegara yang lebih sadar diri. Buang sampah pada tempatnya, menyeberang jalan jika waktunya menyeberang, sabar memasuki bus dan menunggu antrian dengan baik. Sayangnya, sekali lagi... Negara ini memiliki 17 ribu lebih pulau, 240 juta lebih penduduk dan wilayah yang begitu luas, memang sangat sulit untuk merambah semuanya. 

Maka dari itu, pejabat-pejabat mulai ari level terendah, haruslah mulai berlaku seolah-olah mereka adalah Presidennya Singapura. Mereka adalah penguasa daerah setempat dan dengan wilayah kecil yang berada di bawah penguasaan mereka, mereka bangun dengan sebaik-baiknya. Karena fakta yang harus kita hadapi adalah, Kita tidak bisa mengandalkan pembangunan ini pada seorang Presiden semata. Setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya dan wilayahnya. Dengan baiknya individu, maka akan baik kelompoknya. Dengan baik kelompoknya, maka akan baik pula bagiannya. Negara ini akan makin baik jika tiap-tiap unsur terkecilnya senantiasa berusaha untuk jadi yang terbaik. 

No comments:

Post a Comment