Who Am I? Not Spiderman

My photo
Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia
Rizky Novrianto is just an ordinary human being who try to live his life as extraordinary as it can be. I like to be different. You maybe able to find someone better than me, but You may never find someone like me. I hope common courtesy hasn't die yet. Treat people the way you want to be treated and even more, treat other people the way they want to be treated.

Thursday, March 31, 2016

Uber versus Taksi : Online versus Offline

Pengen nulis ini tuh pas kemaren ada demo sopir taksi dan angkot yang berujung anarkis, tapi yah namanya orang tua yaa... udah mulai tumpul ingatannya.

Satu hal yang memang sangat disayangkan bahwa kegiatan penyampaian pendapat melalui demo menjadi berujung anarkis dan QQ sendiri melihatnya pas mau menuju ke Kemenristekdikti, dimana ada orang yang mukanya berdarah-darah di pinggir jalan, entah karena apa. Well, secara SOP-nya sih QQ emang ga akan membuat sebuah opini, jadi mari kita bahas permasalahan ini dari kedua sisi...

Di satu sisi, QQ merasa kasihan karena ada korban dari operator taksi maupun ojek online, tapi menurut QQ, ga adil juga banyak meme yang keliaran di dunia maya yang seolah-olah menyudutkan si operator taksi warna biru itu. Terlepas dari bahwa dia memang terdaftar sebagai sopir pada perusahaan taksi tersebut atau tidak, rasanya emang ga adil untuk kemudian men-judge keseluruhan armada berdasarkan perilaku buruk satu atau dua orang.

Tapi memang menurut QQ demo berujung anarkis itu emang sangat-sangat tidak elegan, karena secara umum, menurut QQ banyak cara lain untuk mengungkapkan pendapat selain demo, karena demo di jalan itu mau seaman apapun, selalu memiliki risiko untuk berujung anarkis. Demo sopir taksi ini mengingatkan QQ dulu pas demo Gojek pertama kali diluncurkan, sopir ojek merasa dirugikan. Mulailah ada pelarangan gojek untuk beroperasi di wilayah-wilayah tertentu oleh komunitas-komunitas ojek yang merasa menguasai wilayah tersebut.

Kalo kita pandang hal ini dari sisi kemajuan teknologi, maka akan sangat tidak bijak kalo kita berusaha membendung kemajuan teknologi saat ini. Kemungkinan besar, bendungan yang kita bangun itu akan jebol. 

Kita buat sebuah perumpamaan yang sangat suka QQ gunakan untuk menjelaskan kemajuan teknologi dan resistensi kita terhadapnya. Bayangkan jaman dulu tuh kita masih menggunakan jalanan tanah, sehingga kita menggunakan transportasi jalan kaki atau sepeda. Kemudian ditemukan aspal dan mulailah jalanan menjadi lebih halus kemudian orang menggunakan sepeda motor, sepeda mungkin masih dipakai, namun sudah jarang orang yang jalan kaki.

Lama-kelamaan, terciptalah jalan tol yang lebar, pertanyaannya... apakah kita masih akan menggunakan sepeda motor, sepeda dan/atau berjalan kaki? Ketika alasannya harga mobil mahal, maka tentu saja kita akan menggunakan opsi yang kita mampu, tapi ketika harga bukan merupakan faktor, alias murah, maka yakinlah semua orang akan beralih menggunakan mobil karena lebih nyaman.

Perumpamaan itu seperti perkembangan internet saat ini, jalur internet broadband tuh udah kaya jalan tol yang luas tadi, orang mulai menemukan cara-cara untuk memanfaatkannya untuk kepentingan mereka. Untuk menggunakan internet tersebut, saat ini sudah semakin murah. Toko fisik bergeser menjadi toko online. 

Toko yang sebelumnya membutuhkan sewa lokasi, bayar gaji pegawai dan lainnya, kini bisa dioperasikan oleh satu orang dan dari rumah. Perasaan QQ sih, ketika Lazada, Blibli, Tokopedia dan lainnya booming, kayanya ga ada deh demo dari toko fisik. hmmm... sudah kuduga...

Karena orang merasakan dampaknya.
Begitu juga ketika ojek beralih menjadi layanan online, dimana sopir ojek tidak perlu berkeliaran mencari penumpang, atau penumpang ga perlu lagi berjalan menuju ke pangkalan ojek terdekat untuk menggunakan jasa ojek. Kita tinggal duduk manis di titik yang ditentukan dan ojek akan datang menjemput kita.

Dikasih kemudahan kok resisten, maka analisisnya adalah, kemampuan orang untuk menggunakan teknologi. Kalo perlu, sekarang tuh ga perlu lagi ada ojek offline, daripada demo menentang adanya ojek online, lebih baik energi yang dihabiskan digunakan untuk belajar penggunaan layanan ojek online dan semua orang bisa menikmati penghasilan tambahan yang ada.

Nah, kemudian muncullah Uber yang mengancam keberadaan taksi. Selama ini, citra taksi di mata masyarakat cukup negatif. Yang kalo ketinggalan barang kemungkinan besar ilang, pake-nya argo kuda, diajak muter-muter kalo ga tahu jalan. Kemudian muncul Uber dimana mobilnya wangi, tarifnya lebih murah, pelanggan bisa komplen kalo diperlakukan tidak baik oleh sopirnya, dan lain-lain.

Sebuah perbandingan yang QQ gunakan adalah ongkos taksi dari Kemayoran ke Bandara. Kalo naik taksi, mau yang biru atau yang putih, ongkosnya berkisar IDR 120-140 ribu (exclude toll), namun kalo naik Uber yang sama-sama belum termasuk toll, cuma IDR 70-80 ribu saja.

Kemudian argumen yang muncul adalah, "Ya iyalah, Uber ga bayar pajak, ga harus ngurus trayek, keur dan permalahan perijinan lainnya."
Makanya sopir taksi menuntut untuk Uber supaya dibubarkan.

Padahal kalo dipikir-pikir, untuk beroperasi Uber, itu konon harus terdaftar di perusahan rental mobil, sementara untuk tarif memang strukturnya berbeda sama tarif taksi yang diatur oleh pemerintah. Saat ini Pemerintah belum mengeluarkan aturan terkait dengan tarif rental mobil.

Uber memang kurang patut untuk disebut sebagai taksi karena Uber merupakan layanan rental mobil jangka pendek. Sehingga tarif rental diserahkan kepada pemilik rental dan penumpang, harganya masih mengikuti mekanisme pasar yang dalam hal ini ditentukan oleh perusahaan Uber.

Salah satu contoh dari bagaimana campur tangan pemerintah bisa mengurangi efektifitas dari mekanisme pasar. Ketika pemerintah masuk menetapkan tarif taksi, terlepas itu keputusan murni pemerintah atau berdasarkan usulan perusahaan taksi, dibandingkan dengan mekanisme pasar yang diterapkan Uber. Harga transportasi bisa lebih murah.

Ini hasil QQ diskusi dengan baik sopir taksi dan sopir Uber.
Taksi memiliki mekanisme, setelah tujuh - sepuluh tahun, mobil taksi dapat menjadi milik sopir untuk kemudian terserah mau dijual atau mau tetap diopperasikan. Kemudian kita lihat besaran ongkos taksi tersebut.
Uber memiliki mekanisme yang beragam,

  1. Sopir melakukan Rental mobil ke perusahaan rental dengan biaya mulai dari IDR 100ribu/hari hingga IDR 1 juta/minggu dan penghasilan 100% menjadi milik sopir Uber.
  2. Sopir bekerja pada perusahaan rental untuk kemudian bagi hasil 30%-40% untuk rental dan 60%-70% untuk sopir.
  3. Sopir melakukan cicilan mobil kemudian daftar ke perusahaan rental kemudian membayar 5% dari penghasilan harian kepada rental sebagai biaya pinjam nama tadi.
Penghasilan sopir Uber yang pernah QQ tanya sangat beragam, mulai dari IDR 500ribu/hari hingga IDR 3 juta per minggu. Bayangkan dengan tarif mereka yang lebih murah, mereka bisa dapet segitu. Kemudian andaikata sopir taksi sama rajinnya ama sopir uber dalam cari penumpang dengan tarif mereka yang nyaris 2 kali lipat, secara logika sok tahunya QQ sih, harusnya penghasilan mereka bisa dobel dong.

Tapi nyatanya kayanya nggak begitu.
Nah, dimana masalahnya?

Layanan online ini memungkinkan layanan apapun yang masuk ke ranah online itu meraih konsumen-konsumen yang belum bisa diraih sebelumnya. Sehingga, potensi konsumen yang sebelumnya ada menjadi bertambah luas, jaringan konsumen yang tidak bisa digaet oleh taksi offline.

Jangan salah, Bluebird contohnya, sudah berusaha masuk ke ranah online ini melalui applikasinya. Kalo kalian cari, ada apps-nya baik di playstore maupun apple store. Jauh sebelum Uber masuk ke Indonesia. Tapi menurut QQ ga sukses sama sekali. Kenapa? karena bentukannya masih taksi. Padahal Bluebird merupakan taksi Indonesia dengan citra yang paling baik.

Kemudian masuklah Uber, layanan yang sepenuhnya online dengan tarif murah. Menurut QQ, sebenernya pasaran Bluebird tidak sepenuhnya rusak akibat kedatangan Uber ini, karena Bluebird masih memiliki nilai jual di mata masyarakat kita. Yang menurut QQ pasarannya menjadi ancur beneran ancur adalah taksi yang ga jelas yang banyak keliaran di Jakarta. Udah citranya emang buruk, tarifnya mahal ditambah dengan datangnya pesaing yang menawarkan harga lebih murah. Abislah sudah...

Sebenarnya usaha taksi dan Uber ini bisa berdampingan satu sama lain. 
Kuncinya adalah, dengan adanya Uber alias layanan yang lebih murah, kini pemerintah bisa melepaskan penetapan tarif taksi kepada pasar. Ga usah lagi Kementerian Perhubungan ikut campur dalam penetapan tarif taksi. Biarkan pasar yang menentukan besarannya.

Jika tarif taksi berhasil turun dan bahkan menyamai tarif Uber, plus layanannya yang ditingkatkan. Besar keyakinan QQ, bisnis Uber akan melemah. Argumennya adalah, layanan Uber dan taksi online sejenisnya tuh memiliki sebuah kelemahan yang fatal. Kelemahan itu adalah "Waktu tunggu yang terkadang lama dan pengalaman sopirnya yang masih minim."

Kalo QQ mau ke bandara, bisa-bisa setengah jam nungguin Uber buat datang ke kost, karena faktor sopir uber yang masih sedikit sehingga seringnya dapet sopir yang mangkal di Sunter, atau faktor sopirnya ga tahu jalan, sehingga QQ harus nelpon dan kemudian memberikan arahan, padahal udah jelas-jelas di GPS handphone sopirnya lokasi QQ muncul. 

Ini adalah kelemahan fatal Uber yang QQ heran kenapa ga pernah ada yang memanfaatkannya.
Oops, don't get me wrong... I love Uber very much, hanya saja gerah rasanya melihat kok orang malah lebih memilih turun ke lapangan kemudian berujung anarkis daripada berargumen secara lebih elegan.

Keuntungan taksi, terutama Bluebird, selain didukung oleh citra dan pelayanan yang baik adalah taksi selalu tersedia di pinggir jalan. Kecuali wilayah-wilayah terpencil. Mau naik taksi? tinggal jalan ke pinggir jalan terdekat dan kemungkinan 5 menit kemudian taksi lewat.

Di kantor QQ, Lapangan Banteng aja, nungguin Uber bisa 20-30 menit, sementara taksi seliweran di pinggir jalan. 

Sehingga alasan orang merelakan waktu mereka untuk menunggu Uber adalah karena tarf yang lebih murah tadi. Sementara bagi orang yang lebih menghargai waktu, lebih rela membayar lebi mahal untuk naik taksi yang selalu tersedia di pinggir jalan. 

Contoh aja, kalo lagi jalan ama Bos, QQ menghindari naik Uber karena ga enak aja kalo sampe Bos lama berdiri karena nungguin Uber datang. Jadi ada kalanya Taksi itu lebih dipilih daripada menggunakan Uber. Nah, daripada berdarah-darah di jalan, kenapa ga lebih meng-explore hal ini aja?

Kembalikan penetapan harga taksi melalui mekanisme pasar dan kemudian taksi masuklah ke ranah online dengan membangun aplikasi masing-masing. Dengan demikian taksi online dan taksi offline bisa kemudian bersaing secara adil di lahan yang sama dan yang untung siapa?? Masyarakat yang menggunakan jasa transportasi...!!!!

Menurut QQ kekuatan terbesar Uber adalah di harga dan review pengguna. Tahukan anda, berdasarkan pengakuan beberapa sopir Uber, kalo penumpang ngasih tiga bintang dan secara berkelanjutan sopir tersebut mendapatkan nilai di bawah tiga bintang, maka sopir tersebut bisa di-suspend ijinnya buat ng-Uber?

Atau jika kalian merasa diputer-puterin oleh sopir Uber, kalian bisa menuliskan komplain tersebut di bagian review sopir dan kalian bisa mendapatkan pengembalian uang kalian yang terpotong di kartu kredit?

Satu lagi kekuatan Uber menurut QQ adalah pembayarannya yang pas dan sederhana, pake kartu kredit. Yang kita bayar adalah sesuai yang kita gunakan. Kalo naik taksi? pasti dibuletin ke puluhan ribu terdekat ke atas. Namun Uber berusaha meluaskan pasar kayanya dengan kemudian menawarkan penumpangnya untuk bisa membayar secara tunai. Yah, selama masih bisa pake kartu kredit, aman lahhh...

Jadi, pengusaha taksi??
Daripada demo supaya Uber dibubarin, demo aja tuh pemerintah supaya ketentuan tarif taksi untuk dicabut dan mulailah bersaing secara sehat dengan pesaing bisnis kalian.

Secara alamiah, pesaing akan selalu muncul, dan kita tentu saja ga bisa kaya anak kecil, lapor ke mama papa untuk minta menghajar tuh pesaing baru supaya ga berani masuk ke bisnis yang kita jalani. Grow up!!! kalo ada pesaing yang muncul, lakukan analisa yang komprehensif..

Bukan berarti QQ memihak Uber, karena terlepas dari tarif yang mereka tetapkan dengan murah tadi Uber sendiri tentu akan ga bisa bertahan kalo harga tadi kemurahan dan ga sesuai mekanisme pasar. Kalo sopir merasa harga tersebut kemurahan dan sudah ga sesuai lagi ama biaya operasional, maka tentu saja ga bakal ada yang mau jadi sopir Uber.

Namun Faktanya, komunitas sopir Uber semakin luas, sehingga apa artinya...?? dengan tarif semurah itu, Sopir Uber masih bisa untung. 
Kemudian, berapa besar sebenarnya untung yang didapatkan oleh perusahaan taksi???
Dan anda-anda para sopir taksi, masih mau gitu membela perusahaan taksi yang mengambil untung besar dari kerja keras kalian?

Kehadiran internet yang semakin meluas saat ini memang mendatangkan ancaman, namun juga peluang yang sangat besar. Kemajuan hanya berpihak pada mereka yang bisa melihat peluang, sementara sisanya hanya menikmati saja dan ikut-ikutan. Dan ingatlah, keuntungan itu hanya berpihak juga pada mereka yang cepat beradaptasi. 

Lihat Gojek saat ini, kalo kalian maen ke Grand Indonesia, akan tampak terlihat abang Gojek dan juga Grab Bike mangkal di pinggir jalan sudah layaknya kaya ojek reguler. Jadi ada kalanya pasar juga jenuh dan siapa yang dapet untung paling besar? Abang-abang gojek yang dulu pertama kali gabung pas Gojek baru terbentuk. Sekarang?? mungkin ga segede dulu. Makanya Gojek kemudian melebarkan sayap dimana Gojek bisa dipake buat belanja, kirim surat/dokumen, dan lainnya.

Peluang akan selalu ada, tinggal siapa yang bisa melihatnya dan kemudian menangkapnya untuk kemudian dimanfaatnya sebesar-besarnya untuk kepentingan pihak tertentu.
Setiap usaha pasti ada kelemahannya, dan celah kelemahan itulah yang harus selalu kita lihat dan perbaiki. Kenapa toko offline masih bisa bertahan di banjirnya toko online saat ini?
Karena harga mereka masih bersaing dan toko online memiliki kelemahan fatal yaitu terkait dengan melihat dan mencoba secara langsung fisik barang. Banyak orang yang menggunakan layanan toko online, namun untuk komunitas tertentu, masih lebih memilih ke toko offline untuk alasan tertentu. Lazada contohnya sudah mencoba mengatasi kelemahan tersebut dengan jaminan pengembalian barang kalo ga puas, tapi siapa yang mau repot mengembalikan barang tersebut ke kantor pos atau agen pengiriman terdekat, ujung-ujungnya sama aja repotnya sama langsung aja belanja ke toko offline.

Tinggal sekarang bagaimana kita bisa menilai untuk diri kita sendiri dalam melakukan usaha, kira-kira bisnis yang kita miliki lebih tepat dilakukan secara online atau offline...? Atau kenapa tidak memiliki keduanya, best of both worlds....

Your call...!!!

Dibalik Ketentuan Ganti Rugi Delay Pesawat

Setiap kita yang pernah naik pesawat atau paling ga ke bandara, pasti udah khatam banget dengan iming-iming sebagai berikut:

  1. Telat 30-90 menit dapet minuman dan makanan ringan
  2. Telat 90-180 menit dapet minuman dan makanan ringan plus makan siang atau malam plus mindahin ke penerbangan lain jika diminta penumpang
  3. Telat lebih dari 180 menit, dapet 2 poin diatas plus diaksih akomodasi kalo diangkutnya pake penerbangan hari berikutnya

Bahkah ada lebih lanjut lagi,

  1. Telat lebih dari 4 jam, dapet Rp.300 ribu
  2. Ganti rugi 50% kalo di-reroute ke tempat lain plus dikasih angkutan sampe ke kota yg dituju
  3. Kalo dipindahin ke penerbangan lain, kalo upgrade ga bayar, tapi downgrade dibalikin selisihnya.

Tiga poin pertama tadi itu adanya di Pasal 36 Permenhub 25/2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara sedangkan yang lanjutannya adanya di Pasal 10 Permenhub 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

Tapi dari beberapa kali QQ terlibat dalam pembuatan sebuah peraturan, QQ menyadar isesuatu bahwa selalu ada exit clause yang dimana terselip untuk menghindari aturan-aturan yang sudah ditentukan. Di Permenhub 77/2011 ini terdapat exit clause yang sangat luar biasa dan QQ percaya pasti lobby tuh perusahaan-perusahaan penerbangan terutama, you know which one, pasti kencengnya bukan maen.

Begini exit clause-nya:

  1. Pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab atas ganti kerugian akibat keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a yang disebabkan oleh faktor cuaca dan/atau teknis operasional.
  2. Faktor cuaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain hujan Iebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di bawah standar minimal, atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang mengganggu keselamatan penerbangan.
  3. Teknis Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain :

    • bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara;
    • lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran;
    • terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di bandar udara; atau
    • keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling)

Ini adalah sebuah exit clause alias ngeles yang luar biasa. Yang kalo menurut QQ, pada dasarnya peraturan tentang kompensasi bagi penumpang itu semuanya menjadi ga valid.

Sering ga sih ketika kita udah di pesawat setelah delay katakanlah sejam, kita ga dapet-apa-apa dan kemudian di pesawat pilotnya bilang, "Mohon maaf atas keterlambatan yang dikarenakan alasan teknis"

Jadi ada dua faktor yang bisa membuat pasal tentang kompensasi tadi. Yaitu cuaca dan teknis operasional. Pertanyannya adalah, emang ada alasan lain lagi pesawat bisa telat?

Katakanlah misalkan, "Mohon maaf, keterlambatan dikarenakan pilot-nya telat datangnya akibat macet di Kampung Melayu..."
Mana ada...
Atau, "Mohon maaf, keterlambatan dikarenakan kami sengaja memperlambat penerbangan anda..."

Jadi, sekalipun pesawat kalian telat berjam-jam, jangan harapkan kalian mendapatkan kompensasi. Jika ternyata tetep dapet, maka itu adalah diskresi penerbangan tersebut untuk mempertahankan nama baiknya, karena secara hukum dan aturan yang berlaku, mereka tidak memiliki kewajiban sama sekali untuk memberikan kompensasi tersebut, kalo mereka mau niat naik banding ke pengadilan jika penumpangnya menuntut.

Oke, kita ga usah ngebahas soal faktor cuaca, karena hal tersebut emang udah faktor alam yang sangat tidak bisa kita prediksi. Tapi yang harus kita fokuskan adalah faktor teknis operasional.

QQ tuh kadang ngebayangin. Terminal Soekarno Hatta aja. Di sana ada tiga terminal. masing-masing terminal punya tiga huruf (A, B, C, D, E, F) dan terminal 3 QQ kurang familiar. tapi katakanlah ada 9 terminal di Bandara Soekarno Hatta dan masing-masing terminal tersebut memiliki up to tujuh ruang tunggu. Dan kalo dibayangkan aja, sebagai bandara internasional dan domestik sebuah ibukota negara sebesar Indonesia, ada berapa ratus penerbangan tiap harinya? sementara berapa landasan yang dimiliki oleh Bandara Soekarno Hatta? kalo QQ merhatiin sih kayanya cuma dua.

Nah, ratusan penerbangan tersebut tidak hanya rebutan buat landing, tapi rebutan juga buat pake ruang tunggu yang terbatas tadi. Terkadang kita mendarat di tempat entah berantah yang bandara sendiri menyebutnya sebagai "remote area" dan untuk ke ruang tunggu kita menggunakan bis.Udah gitu, perilaku penumpang Indonesia yang mepet, apalagi kalo orang tersebut merasa sok penting. 

Belum lagi misalkan bahan bakar pesawatnya abis, sementara mobil pengisi bahan bakar juga terbatas jumlahnya dan pesawat yang harus diisi banyak.

QQ membayangkan ini adalah argumen yang digunakan oleh maskapai penerbangan ketika peraturan ini dibuat, "Hal tersebut adalah faktor eksternal yang kami tidak bisa mengendalikannya, sehingga kami meminta exit clause agar kami tidak membayar kompensasi yang diakibatkan oleh kesalahan pihak luar"

Jadi kalo pesawat kita delay, hampir bisa QQ pastikan alasannya adalah teknis operasional, yah selain alasan cuaca buruk. 

Nah, bisakah kalian memikirkan kira-kira ada alasan lain apa lagi pesawat yang kita tunggu bisa delay?

Kalo QQ sih ga bisa.

Jadi apakah peraturan tentang kompensasi itu void dan ga ada maknanya?? kalo menurut QQ iya.

Alasan pesawat delay, pasti karena dua hal tersebut, cuaca dan teknis operasional. Jadi katakanlah pesawat kalian telat 5 jam, jika maskapai bisa menjustifikasi alasan keterlambatannya adalah teknis operasional, maka kalian tidak akan menerima sepeserpun bahkan segelas air mineral. 

Namun, sebagai maskapai penerbangan yang mengutamakan kepuasan konsumen, tentu saja hal tersebut akan dihindari. Kemungkinan besar maskapai akan melaksanakan ketentuan tersebut, sekalipun sebenarnya mereka tidak memiliki kewajiban sama sekali untuk memberikan kompensasi atas keterlambatan mereka.

eh tapi ada disclaimer-nya untuk blog ini,
QQ bukan Sarjana Hukum dan bukan pakar dunia penerbangan, jadi tulisan ini hanya berdasarkan teori konstipasi aja... bener, bukan konspirasi... kepikirnya emang pas lagi konstipasi di WC. hahaha...

Nah, masih merasa punya hak mendapatkan kompensasi kalo pesawat kalian kena delay???
Sekali lagi, marah-marah di bandara emang ga ada gunanya...
kalo pesawat delay, sabar ajalah... karena peraturan yang ada memang tidak memihak kepada konsumen. Konsumen dalam posisi yang lemah berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan tersebut.

Namun kenapa suatu maskapai bisa on time sementara maskapai lainnya bisa delay parah?
Itu menurut QQ, manajemen waktunya yang ga bagus.

Pernah ga ngitung waktu kita di udara?
kadang di tiket kita bilang penerbangan kita dari jam 07.00 - 08.10 alias satu jam sepuluh menit, namun kenyataannya, kita di udara hanya sekitar setengah jam. Contohnya penerbangan Jakarta - Jogja. Jadi dalam waktu tersebut, sudah mengadopsi waktu untuk take-off dan landing serta parkir pesawat. Nah, rata-rata semua pesawat sudah mengadopsi hal tersebut, namun ada beberapa maskapai yang sifatnya "kejar setoran" mungkin maskapai A memberi waktu satu jam antar penerbangan, karena butuh bersih-bersih pesawat dan lain-lain, sementara maskapai B cuma mengalokasikan setengah jam karena mengejar tujuan selanjutnya, sehingga ketika satu penerbangan delay, nyamber-nya sampe ke penerbangan-penerbangan selanjutnya. Ga ada buffer yang disiapkan untuk jaga-jaga keterlambatan tersebut.

Dalam teori manajemen, ini adalah prinsip yang bagus yaitu just in time management dimana kita memang mengalokasikan waktu yang pas sehingga ga ada yang mubazir. Hanya saja, teori ini kita terapkan kalo value chain yang kita gunakan bagus. Masalahnya di Indonesia adalah value chain sehubungan sistem transportasi udara ini belum bagus, bandaranya masih ngantri, pesawat cari parkir aja lama, jadi manajer yang baik harusnya menghitung hal tersebut. Just in time theory-nya harus disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan.

Selain itu, perbaikan dari sisi Angkasa Pura selaku operator bandara juga harus lebih baik, penambahan terminal harus disesuaikan dengan jumlah penerbangan yang ada.

Air Asia di Singapura dan Kuala Lumpur, ga pernah telat. Tapi begitu di Indonesia, hedehhh....
Masalahnya terlepas dari manajemen maskapainya bagus atau nggak, manajemen bandaranya emang udah bagus, jadinya pesawat-pesawat lancar masuk dan keluar. Mana ada di Changi turun pesawat trus naik bus buat ke bandaranya.

Wah bahasan menyimpang jadi delay pesawat secara umum... hahaha..
Tapi mungkin ini juga pembahasan secara logika kenapa kita sebaiknya tidak teriak-teriak di bandara ketika pesawat kita kena delay.

Pertama-tama, kita memang tidak memiliki hal terhadap kompensasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan tersebut, kedua, Kita tahu maskapai you know which one itu hobinya emang telat, jadi kenapa kita masih milih tuh pesawat??

Kalo QQ sih emang cintanya ama maskapai yang kasih harga murah, dan kebetulan maskapai you know which one itu emang sering banting harga.
Jadi kalo kita udah ngambil keputusan buat naik tuh maskapai, siapkan buffer untuk tidak memiliki ekspektasi tinggi akan ketepatan waktunya. Datanglah on time ke bandara, namun persiapkan aktifitas untuk siap-siap kalo beneran delay. Ingat prinsip, "Think pessimistic but act optimistic" ??

Kalo ternyata ga delay, Alhamdulillah, tapi kalo ternyata delay, ya buka laptop trus nulis blog aja deh sambil nunggu pesawatnya datang. hahahaha....

Inner peace banget ga sih hidup kita? 

Tapi hal ini emang harus menjadi perhatian Kementerian yang membidangi Perhubungan dan juga mungkin oleh badan yang membidangi perlindungan konsumen, karena Pihak Bandara, pihak Pengisi Bahan Bakar juga memiliki tanggung jawab dalam permasalahan ini, namun segala sesuatunya dititikberatkan pada maskapai doang. Kalo masalah cuaca, emang berani minta tanggung jawab Tuhan?
hahahaha...

Wednesday, March 30, 2016

In The Heat of The Debate

Sebagai orang yang memiliki adat "ketimuran" maka sebuah konfrontasi secara frontal merupakan suatu hal yang sangat kita hindari karena adanya sebuah ketakutan untuk melukai perasaan orang lain. Misalkan dalam sebuah rapat, bos kita mengatakan A, namun kita mengetahui bahwa A tersebut tidak terlalu tepat. Jalan paling aman sih biasanya pake catetan atau bisik-bisik tetangga. Tapi misalkan posisi kita jauh dari si bos dan ruang gerak kita terbatas dalam ruangan tersebut. Kemungkinan paling besar yang terjadi adalah kita lebih memilih diam dan membiarkan hal tersebut tanpa mengkoreksinya.

Mungkin banyak dari kita akan berpendapat, "Ya iyalah mending diem, mau dipecat??"

Tapi alasan sebenarnya sebelum 'takut dipecat' adalah karena kita meraa ga enak membuat bos kita malu di muka umum, dan kemudian karena mempermalukan tersebut dan si bos adalah orang yang berpikiran sempit, ya kita bakal di pecat. 
sidenote: padahal bawahan macam ini yang harus dipertahankan dan si bos emang harus lebih rendah hati.

Dan tanpa sadar, kebiasaan ini QQ bawa ketika kuliah di Singapura. Konsep 'ketimuran' ini tertantang abis-abisan dalam sebuah mata kuliah bertemakan kepemimpinan. Jadi dalam mata kuliah itu setiap minggu diadakan diskusi kelompok dengan masing-masing anggota kelompok mengambil peran presenter, moderator dan audience. Setiap selesai diskusi, dikasih waktu sampe kelas berikutnya untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang disiapkan oleh dosen.

Dulu itu, kelompok QQ damai banget. Karena jumlah anggota kelas yang tidak terlalu banyak, cuma ada dua kelompok ketika itu. Dan dari apa yang QQ dengar, kelompok yang satunya itu kalo pas diskusi, panas banget dimana masing-masing orang bisa saling berbeda pendapat. Sementara kelompok QQ tuh kayanya sejalan banget, perdebatan yang ada ga pernah sampe panas.

Berdasarkan latar belakang 'ketimuran' tersebut, QQ malah menilai hal ini adalah suatu hal yang sangat baik karena kelompoknya bisa tetap menyelesaikan pekerjaan yang diberikan tanpa perlu melalui perdebatan yang sengit. Eh, ternyata dosennya menganggap itu adalah suatu hal yang tidak terlalu baik. Namun hampir setengah semester, QQ gagal paham kenapa dinamika kelompok yang damai tersebut menjadi tidak baik.

Lagi-lagi, QQ tuh kadang merasa, apa yang QQ dapetin di kampus tuh baru QQ pahamin setelah lulus, akh!

Kita tuh karena terlalu sopan... terlalu menghindari konfrontasi frontal, sehingga seringkali ketika berbeda pendapat, ya sudah mengalah saja. Ternyata, kebiasaan itu memilik dampak negatif jangka panjang loh... hati-hati...

Ibaratnya membuat sebuah keramik yang indah dari gumpalan tanah liat. Butuh panas yang tinggi dan kalo perlu tanah liatnya dipukul-pukul dulub isar gampang dibentuk. Jadi terkadang, "panas" dalan sebuah diskusi memang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang paling optimal. Hanya saja jangan terlalu panas, karena kalo panasnya berlebihan, keramik tadi bisa-bisa malah pecah.

Seninya di sini adalah bagaimana menemukan temperatur yang tepat agar diskusi menjadi semakin efektif untuk mencari hasil terbaik. 

Ketika kita sedang berdiskusi, misalkan pembahasan rancangan undang-undang. Tapi rapat cepet selesai karena audiens-nya langsung setuju tanpa perdebatan panjang. Maka perlu dipertanyakan, apakah hasil RUU tersebut sudah merupakan yang terbaik?

Namun bukan berarti kalo ga ada perdebatan panas otomatis hasil diskusinya ga efektif. Untuk membuat salad, kita tidah butuh panas sama sekali dan hasilnya memang maksimal ya begitu aja. Tergantung tujuan diskusinya.

Jadi bayangkan kalo dalam diskusi. pihak oposisinya nggak ngelawan. Maka sebuah keputusan akan keluar dengan begitu mudahnya. Pentingnya sebuah debat untuk menghasilkan hasil yang maksimal adalah dalam diskusi tersebut. Karena dalam panasnya diskusi tersebut bisa saja seseorang melemparkan sebuah ide yang belum terpikirkan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh orang-orang mulai panas membahas dan makin lama makin kritis. Untuk menciptakan kondisi ini, pemimpin rapat memiliki tanggung jawab untuk membuat semua anggota diskusi merasa nyaman dalam mengemukakan pendapatnya. Pemimpin rapat juga harus mengawasi jalannya diskusi dan menghentikan diskusi apabila panasnya sudah berlebihan karena hal itu berpotensi meembuat diskusi malah jadi tidak efektif.

Kalo suasana diskusi lagi tenang, tapi orang banyak maen HP, itu artinya kurang panas... perlu dikomporin lagi.
Kalo suasana diskusi lagi hot, banyak yang ngomong, tapi orang banyak maen HP, ada kemungkinan diskusinya udah terlalu panas dan akhirnya beberapa orang memutuskan mundur dari diskusi karena mendapatkan serangan yang tidak terlalu mengenakkan.

Orang tuh kadang takut, kalo sampe berantem di ruang rapat, nanti berantemnya lanjut di luar ruang rapat dan akhirnya ga bisa damai lagi. Orang tuh ada yang bilang, "What happened in Vegas, stay in Vegas", padahal kita juga bisa bikin, "Apa yang terjadi di ruang rapat, tetep tinggal di ruang rapat..."

Jadi kemungkinannya adalah karena orang saling ga enak sama orang lain ketika harus berbeda pendapat, atau orang-orang yang diundang diskusi memang bukan orang yang kompeten di bidangnya. 

Bandingkan sebuah contoh sederhana berikut:
A: "Mau makan apa?"
B: "Terserah"
C: "Terserah"
D teruuus sampe orang terakhir bilang, "Terserah:
A: "Ya udah, kita makan bakso aya yok..."
B,C,D dst: "Boleh"

Situasi kedua,
A: "Makan bakso yuk"
B: "Ga ah, banyak micinnya"
C: "Ga ah, ga ada nasinya"
A: "Kalo gitu kita makan apa nih?"
D: "Gimana kalo sushi aja?"
A: "Ih ga suka ikan mentah..."
C: "Kalo makan di Hanamasa aja gimana?"
D: "Ah nggak... mahall"
B: "Trus kita makan apa nih? Sate aja gimana?"
C: "Lewat deh, aku takut kena kanker..."
Bisa aja dialog di skenario kedua ini akan berjalan panjang dan lama, bisa aja ujung-ujungnya makan di pujasera yg menunya beragam atau mungkin semuanya makan di tempat yang berbeda.

Tapi bandingkan situasi pertama dan kedua, pada dialog pertama, kita ga mendapatkan informasi apa-apa, namun karena sebuah perdebatan yang panjang pada situasi kedua, kita mendapatkan informasi bahwa si B ga suka micin, si A ga suka sushi mentah, si C kalo makan mau yang ada nasinya dan si D pengennya makan yang murah meriah. Meskipun pada perdebatan kali ini ujung-ujungnya makannya pisah-pisah, bukan berarti berantem, tapi emang selera masing-masing orang berbeda dan ga harus dipaksakan sama. Yang sebaiknya dihindari adalah kalo sampe berantem dan musuhan.

Jadikan ini sebagai pelajaran, misalkan si A mau ngajak makan si D, maka dia udah tahu, "Wah, si D ga suka nih makanan yang mahal-mahal. Klo gitu, makannya di warteg aja ama si D." Misalkan loh yaa....

Jadi perdebatan dan terkadang berantem tuh cenderung menimbulkan panas, tapi dengan panas yang tepat, kita bisa memasak sesuatu yang enak. Hanya saja kalo udah panas, kita harus berhati-hati mengendalikan api-nya karena kalo panasnya berlebihan, yang terjadi adalah gosong. ini namanya effective heat.

Secara naluriah, kita memang sangat menghindari debat. Entah karena kita adalah orang yang "ketimuran" atau karena memang kita dibesarkan dengan cara seperti itu. QQ juga masih belajar untuk meningkatkan "panas" kalo lagi bertukar pendapat ama orang, namun terkadang banyak orang yang ketika menerima "panas" tersebut malah jadinya ngambek, atau mengira QQ marah.

No, QQ jarang banget marah, biasanya sih langsung bacok aja... hahaha...

Jangan mudah tersinggung, karena tersinggung itu akan mencegah kita dari mengetahui informasi-informasi yang berharga tentang kita. Alih-alih tersinggung, elaborasi lebih lanjut aja ketika ada orang yang menyampaikan sesuatu yang terkadang mungkin blm siap kita dengar.

"Aku benci kamu"
Trus kalo kita tersinggung, kita bakal bilang, "Ya udah, bye!"

Padahal kita bisa saja membuka sebuah perdebatan, "Kenapa kamu benci aku?"
Nah sekarang tinggal orang itu mau menjelaskan apa nggak. Kalo nggak mau, "Ya udah, bye!" tapi syukur-syukur kalo dia mau menjelaskan kenapa dia benci kita.

"Kamu tuh ya, kemaren aku panggil di kantin ga noleh-noleh... sombong!!!"
oh, ternyata dia ngambek karena itu.
"Sorry, aku kalo dipanggil dari arah kanan emang agak sulit karena telinga kananku kemaren ketabrak rak buku, jadi agak berkurang nih pendengaranku"
Dengan diskusi, temen kita jadi mendapat penjelasan dari kita. Namun ketika kita yang berada di posisi orang yang merasa benci sama orang lain, siap-siaplah buka sebuah diskusi. Daripada bilang, "Aku benci kamu!!!", gimana kalo kita bilangnya, "Eh, kemaren aku panggil kamu di kantin kok ga noleh?"

Diskusi, perdebatan jangan dihindari, karena dengannya kita bisa mendapatkan lebih banyak informasi. 
Mulailah dengan bertanya, "Kenapa.......?" ketika kita ingin membuka sebuah diskusi, and then brace your heart because the heat can make you sweat real good.

Ibarat kata orang, "Kalo ada 10 kepala mendefinisikan cinta, kita bisa mendapatkan 11 definisi"
Jadi, kepala boleh sama hitam... tapi isinya bisa beda. Bagaimana cara kita memahami orang lebih jauh? bawa orang tersebut ke dalam sebuah diskusi.

Tuesday, March 29, 2016

Orang Terkuat adalah Orang yang Bisa Menahan Marah

Tadi pas keliling-keliling kantor, lewatlah sebuah ruangan dengan layar komputer yang menyala, kelihatan wallpaper-nya tuh sebuah quote berupa hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

“Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebuah hadits yang sudah tidak asing bagi mata kita (kan ngebaca nih ceritanya, bukan mendengar), bahkan dulu itu pernah QQ denger entah dimana, bahwa tidak hanya menahan amarah, tapi "Menahan amarahnya sementara dia sebenarnya mampu membalas."

Namun kalo dipikir-pikir, amarah memang sebuah emosi yang secara naluri dimiliki semua manusia. Hewan juga punya, induk kucing mana yang ga marah ketika anak-anaknya digangguin? Lantas kita jadi berfikir, apakah marah bisa menjadi benar jika ada alasan yang tepat??

Tunggu sebentar....

Misalkan gini, katakanlah QQ tuh kurus kering yang kalo ditiup angin aja melayang. Tiba-tiba ada preman datang dan nonjok QQ tanpa alasan yang jelas kemudian ngerampok duit yang ada di dompet QQ. Trus QQ diem aja dan ga membalas perbuatan orang tersebut.

Bisa ga QQ bilang kalo QQ udah menahan amarah dengan tidak membalas perbuatan si preman tersebut?

eh, not really....

lain cerita kalo kondisinya dibalik, QQ adalah si orang yang kekar berotot dan tiba-tiba ada yang nabrak QQ dari belakang, trus sakit dan rasanya QQ pengen bales tapi ditahan. Nah, itu mungkin bisa dikategorikan sebagai menahan amarah, karena ada unsur "sebenarnya mampu membalas, tapi menahan"

Pas makan siang tadi, ada dua kisah.
Latar belakang untuk cerita pertama adalah, meja makan di Kantin Kantor Pos Pusat tuh pas untuk ber-enam. Kemudian ada empat orang datang ke sebuah meja yang sudah terisi tiga orang. Jadilah yang empat orang tadi duduk berhimpit-himpitan sementara 3 orang yang sudah duduk di meja itu udah selesai makannya, namun masih ngobrol panjang dan lebar. Ceritanya QQ juga lagi nyari meja buat makan sih... hahaha... jadinya cebel juga ama tuh tiga orang yang ga pergi-pergi.

Alkisah tiba-tiba tiga orang tersebut pergi, QQ langsung duduk, dan empat orang yang berhimpit-himpitan tadi langsung mengatur posisi agar posisi makan mereka lega. Eh tiba-tiba pada nyeletuk, "Ih gila ya tiga orang tadi... tega banget mereka ga makan tapi ngobrol-ngobrol doang dan kita yang himpit-himpitan gini, mereka cuek aja."

Keluar lah segala amarah yang tadi dipendam.
Oh ternyata dari tadi menahan marah si empat orang tersebut. 

Nah kalo dipikir-pikir, seandainya mereka cukup bergeser saja ketika tiga orang tadi pergi dan tidak perlu cuap-cuap mengungkapkan kekesalan mereka, mungkin mereka bisa menjadi orang yang kuat. Karena sebenarnya mereka mampu untuk marah sama si tiga orang tadi, tapi mereka menahannya. Eh ternyata di ujung, pecah juga marahnya. Ada kali 5 menit selanjutnya ngebahas tentang "ga tahu dirinya" si tiga orang tadi.

Mari kita gunakan teknik perasaan versus logika:
Perasaan: Anjrit lah, kita udah sempit, tuh orang ga peka, padahal kita udah kasih ratusan kode tapi kok ga paham-paham juga. kesel, sebel, benci.
Logika: Duduk berempat, masih bisa makan? Alhamdulillah, lihat tuh ada yang berdiri belum dapet meja. Orang itu akhirnya pergi? Alhamdulillan, akhirnya bisa lapang-an dikit buat makan.

Kisah kedua ada di meja sebelahnya, si Ibu pelayannya nanyain ke seorang dara di meja sebelah, "Minumnya apa Neng?"
Eh tiba-tiba si Neng-nya langsung jawab, "Eh! saya tadi udah bilang sama si ibu yang disana minumnya apa"

Mari kita analisis lagi,
Perasaan: Eh, aku udah ngomong tadi, ga enak tahu kalo udah ngomong ga diperhatiin. aku tersinggung, ga terima!!!
Logika: jawab aja, "Es Teh Manis" sambil senyum manis, cukup tiga kata. Bandingkan dengan kalimat sebelumnya, 12 kata. Kita menghemat 9 kata dan menghemat daya tahan jantung kita dengan menahan amarah.

Nah kalo kita analisis lagi contoh pertama soal kalo kita sebenarnya dalam posisi lemah untuk membalas. Kemajuan teknologi saat ini terkadang membuat kita sudah tidak lemah lagi dalam posisi apapun. Kita semua ketika terhubung dengan internet, menjadi tiba-tiba memiliki super power of social media

Misalkan kita pendapatkan pelayanan yang tidak menyenangkan di restoran, namun sebagai konsumen terkadang kita merasa berada di posisi yang lemah untuk mengajukan komplain, takut diludahin makanannya di dapur kali... hahaha...
Jadi ketika kita mendapatkan pelayanan yang tidak menyenangkan, kita terkadang bisa menahan amarah. Tapi begitu kita terhubung ama social media. Amarah itu menjadi tertuang, langsung posting foto trus nulis, "Nih restoran ancur banget pelayanannya, udah bayar mahal-mahal tapi kok gitu. Ga worth it, ga bakal deh balik lagi kemari!!!!"

Sekarang tuh, kita terlalu mudah untuk marah. Banyak outlet penyalurannya. Meskipun kelihatannya bukan marah, kedoknya ngasih kritik. Tapi terkadang batasan itu sangat tipis antara kita beneran ngasih kritik sama marah. Karena kalo ngasih kritik, ya ke orang yang dimaksud dong, bukan ke seluruh dunia, hahaha...

Kita tidak pernah tahu dampak apa yang bisa ditimbulkan atas postingan kita tersebut, terlepas dari kita cuma punya 10 temen di path

Jadi klausul "Menahan amarahnya sementara dia sebenarnya mampu membalas" menjadi kurang terlalu valid karena di era teknologi sekarang ini, kita semua menjadi mampu untuk membalas alias menuangkan amarah dalam bentuk-bentuk yang bahkan lebih parah dari sebelumnya.

Sama seperti fitnah, meskipun hanya kata-kata, tapi fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Dulu kalo marah, langsung bales tonjok, tapi sekarang kalo marah di sosial media, dampaknya bisa menyebar secara exponentially hingga tak terhingga. #lebay

Pernah denger cerita soal anak kecil dan paku?
Jadi seorang Ayah mengajarkan pada anaknya, "Anakku, setiap kali kamu merasa marah dan tidak dapat menahannya hingga akhirnya amarah itu kamu lampiaskan, tancapkanlah sebatang paku di kayu ini."
Si Anak ini memang agak tempramental dan mudah marah, sehingga dalam sehari bisa saja 5-10 paku tertancap di kayu tersebut.
Kemudian Ayahnya mengatakan, "Anakku, cobalah tahan amarahmu dan setiap kali kamu marah namun berhasil menahannya, cabutlah  satu paku yang tertancap."
Si Anak ini mendengarkan permintaan ayahnya dan perlahan-lahan dia mulai bisa menahan amarahnya dan paku yang tertancap di kayu tersebut lama-lama habis.
Kemudian sang Ayah berkata, "Lihatlah kayu ini, sekeras dan sehati-hati apapun kita berusaha mencabutnya, lubangnya akan tetap tertinggal. Itulah perumpamaan pelampiasan amarahmu, ada konsekuensi yang sudah kamu lakukan dan itu akan meninggalkan bekas dalam diri orang lain dan tidak mudah untuk menghilangkan bekas tersebut. Berhati-hatilah ketika kamu akan marah..."

Oooh.... tiba-tiba sendu...
hayooo, ada yang nangis ga baca cerita di atas???

Maka dari itu hadits Nabi Muhammad SAW itu menyatakan bahwa orang terkuat di muka bumi ini adalah orang yang bisa menahan amarahnya. Karena menahan amarah itu memang sulitnya bukan maen. Yah kecuali kalian semua sudah menguasai jurus Road to Inner Peace yang bentar lagi mau QQ patenkan aah... hahaha...

Godaan untuk marah tuh pasti ada, entah karena kita merasa superior, lebih baik daripada orang lain atau hal lainnya. Tinggal bagaimana kita bisa mengendalikannya aja. Orang yang sering marah tuh konon potensi kena serangan jantungnya makin tinggi *)... 
*) butuh citation, ga valid, sepenuhnya berdasarkan asal denger aja

Inget aja, bahwa marah itu butuh energi. Ngapain kita ngabisin energi untuk marah sementara kalo sebuah keluhan atau komplain itu bisa kita salurkan lebih baik dan efektif dengan cara diskusi?

Terus bisa ga sebenarnya kita marah??
Bisa, marahlah dalam do'a-mu.
Sampaikanlah keluhanmu kepada Allah SWT.
"Ya Allah, hari ini aku kesel banget sama si A karena kok dia ga pernah mengerti perasaanku"
"Ya Allah, hari ini aku benci banget sama si B karena aku ga salah apa-apa tapi aku ditonjok"
dan lainnya... kesallah dan marahlah, tapi ungkapkan itu dalam do'a dan renunganmu. Keep your anger to yourself.

Tapi sekali lagi, coba lihat dari sudut pandang perasaan versus logika, kemudian fokuslah pada sudut pandang logika. Terkadang kita menjadi tidak perlu marah, karena marah hanya mendatangkan kerugian bagi diri kita sendiri.

Di jalan kita tiba-tiba dipotong dari arah yang ga kita duga... tahan diri kita dari mencet klakson kenceng-kenceng sambil ngabsen isi kebun binatang.

Di jalan tiba-tiba ada yang ngeludah dan plok nempel di muka kita... tahan diri kita dari motong orang itu dari samping dan kemudian nendang dia sampe jatoh (sempet pengen gitu), alih-alih berdo'a semoga aja tuh ludah ga bau jigong dan ga mengandung AIDS... terus stop bentar, ambil tisu dan sekalah sampe bersih. Kemudian berdo'alah, "Ya Allah, semoga Engkau memberi pelajaran pada orang tersebut agar dia tidak lagi berbuat kesalahan..."

Let it flowwww....
Let it flooowwww....
(pake nada-nya Let it Go)

Wednesday, March 16, 2016

Perasaan versus Logika : Road to Inner Peace

Spoiler Alert!!!

Tiap kali nonton Kungfu Panda, QQ tuh ngebayangin gimana rasanya jadi Master Shifu. Kalo di Kungfu Panda I, kayanya Shifu itu murid kesayangan Oogway bahkan tongkat-nya Oogway kan dikasihin ke Shifu, walau patah dan di sekuel-nya itu tongkat kaya disambung pake plester. Di Kungfu Panda I, Oogway tiba-tiba memilih Po buat jadi Dragon Warrior instead of memilih 5 kesatria yang sudah dilatihnya. Di Kungfu Panda II, Po mencapai inner peace-nya lebih dulu dan berhasil mengalahkan si Burung Merak itu, duh lupa namanya...

Trusss... eh di Kungfu Panda III, lebih parah lagi... Tahu-tahu Po kembali dari Spirit Realm dengan membawa tongkat pemberian Oogway sembari ditunjuk sebagai True Successor dan juga berhasil menguasai ilmu Chi. Shifu pun berkata sambil nepok jidat, "Oh, of course!"

Kemudian QQ mikir, nih penggunaan QQ terhadap switch untuk menggeser kapan harus menggunakan logika dan kapan harus menggunakan perasaan, bisa jadi salah satu jalan menuju inner peace

Di awal cerita Kungfu Panda III, QQ suka banget karena ada adegan pertarungannya Oogway, kerenn!! Cuma emang sayang kok kayanya Oogway-nya terlalu gampang dikalahkan, padahal 500 tahun yang lalu katanya pertarungna mereka sampe menggegerkan langit dan bumi. Kemudian Oogway akhirnya diubah menjadi liontin batu jade. Namun sebelum berubah, Oogway sempat berkata kurang lebih begini, "Well, nevermind. It was never meant to be my destiny to beat you in the first place and bla bla bla..."
Untuk seseorang yang dikalahkan dalam sebuah pertempuran, Oogway sangat menerima.

(Banting Setir bentar)
Dalam sebuah kuliah dulu juga, pernah ada dikasih sebuah exercise.
Coba tutup mata kalian, (eh, nanti malah ga bisa baca yaa. hehehe... buka aja lah kalo gitu, ngebayanginnya sambil buka mata. Jangan buka baju aja...)

Bayangkan kita tuh sedang mendaki gunung, sama seperti hidup, kita memungut batu-batu di tengah jalan yang kemudian membebani tas kita yang kapasitasnya terbatas. Bayangkan dalam perjalanan kita yang panjang itu, berapa batu yang kita pungut dari jalan bahkan terkadang tas kita udah ga muat lagi dan kita harus membawa batu tersebut dengan kedua tangan kita. Banyak dari kita terkadang terlalu lelah karena batu-batu yang kita bawa tersebut dan akhirnya memutuskan berhenti tanpa bisa mencapai puncak gunung. Bayangkan, kita membawa tas yang berat tersebut kemudian kita berhenti di suatu tempat untuk beristirahat. Kita buka tas kita tersebut, dan kita lihat isi tas kita. Dalam bayangan kalian, kira-kira label apa yang tertulis di masing-masing batu tersebut?

Emang ini exercise bagusnya melalui lisan, apalagi pake lisan QQ yang sangat hipnotik, hahaha...

Nah kira-kita kalian melihat label apa di batu yang ada di tas kalian?
Mungkin ada yang bilang, "Sekolah", "Uang", "Pacar", "Orang Tua", "Pekerjaan", "Atasan yang rese", "Sahabat", dan banyak hal lainnya.
Ada ga yang sampe membayangkan bahwa dirinya membawa batu-batu tersebut di tangan karena tasnya udah ga muat lagi?

Dulu pas dapet pertanyaan ini, QQ sempet bingung karena dalam bayangan QQ, tas QQ tuh kosong ga ada isinya. I can't think of anything that weighing me down

(Banting setir lagi)
Coba angkat segelas air dan bayangkan berapa beratnya. 250 gram, 300 gram kurang lebih. Tidak terlalu berat. Namun coba luruskan tangan ke depan dengan telapak tangan menghadap ke atas, kemudian letakkan segelas air tadi di telapak tangan kita dan coba hidung pake timer, berapa lama kita bisa menahan segelas air tersebut?
3 menit, 5 menit, 10 menit?
Konon katanya, 7 menit adalah rata-rata daya tahan manusia.

(Kembali ke laptop)
Ini adalah perumpamaan terhadap masalah yang kita hadapi dalam hidup ini. Bayangkan segelas air yang tidak terlalu berat aja bisa membuat kita keringetan dan tangan kesemutan. Kenapa? karena kita terus menerus memegang masalah tersebut. Sesekali kita harus beristirahat dan meletakkan gelas tersebut untuk sekedar melepaskan beban. Namun dalam realita hidup, melepaskan masalah yang kita miliki, tidak semudah meletakkan segelas air. 

Kenapa?
Karena dalam realita hidup, segelas air itu terikat di tangan kita dan terkadang kita kesulitan melepasnya dan apakah tali yang mengikat itu? menurut QQ, itu adalah perasaan.

Bedanya Shifu di Kungfu Panda I dan II dibandingkan dengan III adalah betapa besarnya perasaan yang terlibat dalam diri Shifu sehingga ketika Oogway menunjuk Po, perasaannya berbicara dan penilaiannya tertutup awan mendung sehingga dia tidak bisa melihat dengan jelas. Dia berusaha menjatuhkan Po di Kungfu Panda I dan membuat Po menyerah untuk berusaha menjadi pendekar. Namun di Kungfu Panda III, dia sudah bisa menerima dan berkata, "Can you teach me?"

Terkadang kita harus melepaskan beban-beban yang memberatkan perjalanan kita, ekspektasi salah satunya. Ketika Shifu sudah memilih lima kesatria, maka ekspektasinya adalah salah satunya merupakan Dragon Warrior dan dia tidak membuka pikiran bahwa bisa saja Dragon Warrior ada di luar 5 kesatria yang sudah dipilihnya.

QQ sering merasa bahwa mungkin QQ emang udah ga ada perasaan dan ga punya hati, namun dalam sebuah perbincangan QQ menemukan sesuatu, "It's not that I don't have a heart, it's just that I consciously choose not to use it"

Contoh:
Sabtu kemaren QQ servis motor dan minta cek-in accu-nya karena agak susah di starter kalo pagi hari. Eh setelah di-servis yang terjadi malah lampu indikatornya mati total dan mesin sama sekali tidak bisa dihidupkan menggunakan electronic starter, harus pake kick starter. Ada dua skenario yang bisa terjadi di sini.

Pake Perasaan,
Kesal, marah, tidak terima... eh ternyata hari minggu bengkelnya tutup pula, jadi harus hari Senin. Wah, senin harus ijin ama bos pula, ribet. Sapa tahu ada kerjaan mendadak pula. Makin kesal. Trus kalo akhirnya Senen berhasil ke bengkel, yang terjadi adalah sampe bengkel QQ langsung teriak-teriak karena sangat-sangat kecewa akibat servis yang sangat buruk. Kalo kedokteran, ini udah bisa dituntut karena malpraktek.

Dampaknya?
Selama sisa hari Sabtu kesal, seharian hari minggu kesal, tiap kali harus kick starter makin emosi karena harusnya bisa lebih mudah dan sekali tekan aja motor hidup. 
Terus di bengkel, karena kita marah-marah, siapa tahu ada petugas bengkel yang tersinggung, dan siapa tahu apa yang bisa dia lakukan ke motor kita.

Skenario keduanya adalah, think again!!! Gunakan logika.
Apakah dengan kesal kita menghasilkan sesuatu? iya... darah tinggi, serangan jantung, mati cepat. Ada yang positif? kayanya ga ada selain membakar ekstra kalori. 
Menggunakan teknik sebelumnya, mengubah sudut pandang, kita lebih memilih fokus pada fakta bahwa, tenang aja, bengkel masa sih ga bertanggungjawab. Jadi santai aja lah kita dalam hidup. Nantikan hari Senin dan berharap dapet ijin. 

Dampaknya?
Inner peace...

Ternyata Senin ga dapet ijin?
Masih ada hari esok... Inner peace...

Besoknya lagi ternyata dipanggil yang Maha Kuasa?
Aman, ga perlu mikirin masalah motor rusak lagi... urusan di dunia udah kelarrr... inner peace...

Ternyata ke bengkel, tukang bengkelnya ga mau tanggung jawab?
Ya sudah, rugi dia karena kehilangan satu pelanggan dan pelanggan ini akan nulis blog, dan bisnis bengkelnya akan kehilangan beberapa pelanggan. Kitanya tinggal cari bengkel lain yang bisa memperbaiki, kalo perlu keluar duit buat beli accu baru. Duit bisa dicari... inner peace...

Jadi ketika kita menyadari ini, bahwa dalam tubuh kita, hati dan otak sering banget berantem. Kita harus menyadari ini bahwa terkadang, menggunakan perasaan tidak selalu membawa kedamaian dalam hidup kita karena kita senantiasa harus "merasakan" dampak dari setiap hal yang terjadi dalam hidup kita.

Terkadang perasaan tuh membuat kita hanya bisa memilih satu jalan, sementara logika bisa membuat kita melihat alternatif yang tersedia, salah satunya adalah untuk menggunakan perasaan. Ketika logika kita sudah bisa membedakan alternatif ini, maka kita bisa memilih jalan mana yang akan kita tempuh.

Contoh lain:
Kita melihat pacar kita selingkuh.

Pake perasaan:
Selama ini udah ngeluarin duit buat dia, nurutin apa maunya, nerima dia apa adanya... kok ternyata masih selingkuh juga. Terus nangis, terus sedih... karena ga terima terus akhirnya marah ke si pacar dan akhirnya putus dengan tidak baik-baik.

Dampaknya?
abis air mata, kesal, marah-marah, emosi.

Pake Logika:
Ya sudahlah, yang namanya pengeluaran buat pacar tuh sunk cost, kalo udah ilang ya udah. Ngapain kita terusin pacaran ama tukang selingkuh. Dia ga pantes dapet air mata kita. Masih banyak manusia di muka bumi ini ga cuma dia doang. Move on.

Dampaknya?
inner peace...

Contoh lain lagi:
Udah seharian ini pacar ga kirim kabar

Pake perasaan:
Jangan-jangan dia lagi selingkuh, jangan-jangan dia melupakan kita, atau mungkin dia udah nemuin orang baru yang akan menggantikan kita. Akhirnya kemudian kita memenuhi layar chat dengan banyak pertanyaan untuk sang pacar.

Dampaknya?
Galau jaya...

Pake Logika:
Yah, paling doi lagi sibuk... tunggu aja.

Dampaknya?
inner peace...

Realitanya: Ternyata doi beneran selingkuh?
Pake logika: bye! move on...

Damai ga sih rasanya hidup?
Terlalu datar yaa?? hahahaha...

Namun bagaimana dengan perasaan bahagia?
mungkin kalian akan mengira bahwa sebaiknya bahagia ya dibiarin aja... well, not exactly...

Contoh nih:
QQ tuh baru sekali nyobain Gery Malkist Salut yang Keju, trus langsung suka... semacam cinta pada gigitan pertama gitu deeh. Jadi selama ini QQ nyari eh malah ga ketemu lagi. Pas tahu-tahu mampir di sebuah Alfamart entah berantah, nongol aja tuh Malkist salut keju. 

Pake Perasaan:
Wah senengnya, akhirnya ketemu lagi... trus karena bakal ngerasa ga ketemu lagi selain di sini dan jarang-jarang kesini, akhirnya beli sampe buanyak banget kalo perlu sampe stok di tuh toko abis buat stok di kost.

Dampaknya?
QQ yang biasanya berusaha ga banyak ngemil karena berusaha nurunin berat badan jadi punya stok cemilan. Di kantor ga ada kerjaan, ngemil. Sampe kost pulang nge-gym malem-malem, ngemil. Alhasil program diet gagal dan malah naik.

Pake logika:
Balik bungkus, lihat kandungan kalori... Maak, sebungkus itu 550 kalori, itu lari 5 km dalam 30 menit aja cuma 400-an kalori kebakarnya. Emang enak sih, tapi jangan juga jadi nyimpen akses cemilan terlalu mudah di kost. Beli aja secukupnya, nanti kalo tiba-tiba ngidam, balik lagi kemari... kalo ternyata stoknya ilang lagi, yah... bukan jodoh, anggap aja diet.

Dampaknya?
Ga jadi khilaf dan lebih bisa mengendalikan makanan..

Jadi kemudian apakah artinya kita harus hidup datar kaya apa yang QQ jalankan?
Well, ini adalah keputusan anda semua. Emosi bukan sesuatu yang buruk, dengan emosi kita jadi bisa merasakan sesuatu, senang, sedih, dan lainnya.

Sekarang kalo QQ misalnya punya kelinci, udah disayang-sayang selama bertahun-tahun, misalnya, trus tiba-tiba mati. Sedih? nggak... Yah, kelinci itu mungkin emang udah ajalnya. Kalo butuh temen lagi, mampir lagi deh ke Jatinegara.

Not that I cannot feel at all, I know how to feel, I know how sad it would be, therefore... I consciously chose not to feel it. Konsekuensinya? my life is flat. Ntar kalo mau ga flat, makan Chitato ajah...

Tiba-tiba jadi inget... kosong adalah isi, isi adalah kosong... 
Kalo kosong ya sudahlah.... kalo isi ya Alhamdulillah.... :D

Masalahnya adalah, ketika kita sedang terpuruk dalam perasaan, baik itu terlalu sedih atau terlalu gembira, kita memiliki kecenderungan untuk ga akan bisa move on dari perasaan tersebut. 

"Jangan diganggu, kelinci kesayangannya baru aja mati"
akhirnya bisa saja misalkan kita berkabung selama seminggu, selama seminggu kerjaan kita terganggu, makan tak enak, tidur tak nyenyak, mata sembab karena energi kita habis dipake untuk menangisi kepergian sang kelinci.

Kalo pake logika, emang udah ajalnya, kita terima. Jadikan pelajaran apapun yang salah kita lakukan sehingga mungkin saja kelinci jadi mati karenanya. Kemudian kita menghabiskan waktu seminggu ke depan untuk semakin memperbaiki diri. 

Ketika kita sedih, ingatlah bahwa kita memiliki alternatif untuk tidak bersedih. Jangan abaikan logika karena kita terlalu tenggelam dalam perasaan. Meski terkadang bagi orang yang berperasaan, orang kaya QQ tuh bakal dianggap tidak berperasaan. It did look like that, hahaha...
yah, sekali lagi we agree too disagree...

Goal yang ingin QQ capai adalah memiliki default face tersenyum. 
Karena kadang kita melihat orang lagi ga ngapa-ngapain, tapi default face-nya itu ada yang cemberuuutt aja. Paling damai kalo lihat orang yang default face-nya senyum. Kayanya hidup ini bisa kok dijalani dan masalah bisa kok diatasi. 
Tidur senyum, ngetik depan komputer senyum, di atas motor senyum... bukan senyam senyum sendiri yaa... itu mah lain kasus.

Ini adalah jalan QQ menuju inner peace. Kaya foto Shifu yang ada di bagian atas.
Konsep ini akan tertantang jika ada informasi baru, namun sampai saat itu tiba... ini adalah konsep inner peace... 
hmmmm.... inner peace....
Selanjutnya tinggal mengenal diri sendiri nih, trus bisa deh QQ bikin Dragon Chi dan dapet tongkat juga dari Master Oogway, hahaha....