Who Am I? Not Spiderman

My photo
Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia
Rizky Novrianto is just an ordinary human being who try to live his life as extraordinary as it can be. I like to be different. You maybe able to find someone better than me, but You may never find someone like me. I hope common courtesy hasn't die yet. Treat people the way you want to be treated and even more, treat other people the way they want to be treated.

Thursday, May 16, 2013

Spesialisasi atau Generalisasi

Dalam dunia pekerjaan kita, ada dua golongan orang, Spesialis dan Generalis. Spesialis adalah seseorang yang benar-benar ahli di bidangnya sementara seorang generalis adalah orang yang ahli di berbagai bidang namun tidak terlalu mendalam hingga ke bagian-bagian teknisnya. Yang manakah kita?

Secara tidak sadar (atau sadar), kita sedari kecil diajarkan untuk menjadi seorang Generalis kemudian menjadi spesialis. Secara alami, itu yang terjadi. Perhatikan mata pelajaran kita waktu SD, kayanya semua hal kita pelajari terkait dasar-dasarnya. Kemudian naik SMP, pelajaran SD tadi berkembang semakin luas. Begitu masuk SMA, mulailah pengkategorian, yang IPA (ga tahu sekarang namanya apa) pecah jadi tiga kalo ga salah, Biologi, Fisika dan duh lupa lagi deh satunya, ato emang cuma dua yaa? hehehee... Begitu pula IPS mengalami spesialisasi. Bahkan pada kelas 3 SMA kita mengalami spesialisasi pertama kita, IPA, IPS dan Bahasa dulu tahun 2001 kaya gitu, sekarang ga tahu deh kaya apa.

Kemudian kita lanjut kuliah S1, semua mata pelajaran kita di SMA tuh seolah-olah menjadi 1 jurusan. Mau jurusan Kimia, oh itu dia pecahan IPA ketiga tadi, Jurusan Biologi, Jurusan Fisika, Sosiologi dan lain-lain. Perhatikan, semuanya itu kita pelajari pas SMA, namun ketika kuliah, kita khususkan satu mata pelajaran itu menjadi sesuatu yang akan kita pelajari selama 4 tahun kurang lebih. Misalkan kaya QQ nih, pas S1 milih Manajemen.

Kemudian kita misalkan lanjut lagi kuliah, Jurusan kuliah kita yang S1 tadi kemudian di-spesialisasi lagi lebih jauh, ada Manajemen SDM, Manajemen Pemasaran, ada Manajemen Kebijakan Publik yang padahal semua itu merupakan bagian dari mata kuliah kita ketika S1. 

Kita diajarkan untuk semakin ter-spesialisasi. Namun dalam dunia kerja, ada perusahaan tertentu yang menuntuk kita untuk menjadi spesialisas atau menjadi seorang generalis. Kalo menurut QQ sih, mayoritas sektor swasta menuntut kita menjadi seorang spesialis. Misalkan masuk sebagai Customer Officer, kemudian naik jabatan sebagai kepala CS, kemudian naik lagi masih di jalur yang sama.

Kalo Instansi Pemerintah, kita lebih dituntut untuk menjadi seorang generalis. Perhatikan jalur karir seorang PNS, misalkan QQ. Pertama kali penempatan di Sibolga QQ jadi Bendahara Pengeluaran. Kemudian pindah ke Jakarta setelah kuliah pindah ke bagian Pengembangan Pegawai, Transformasi Perbendaharaan, Pengelolaaan Kas Negara, Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Setelah itu pindah ke Padang ke Seksi Pencairan Dana kemudian pindah ke seksi Verifikasi dan Akuntansi. Ga ada jalur karir spesialisasi yang jelas. Kita dituntut untuk menjadi seorang generalis. Begitu pindah kita diharapkan untuk segera dapat menguasai bidang kerja yang baru, padahal mungkin di bidang kerja sebelumnya kita belum terlalu mendalam.

Karena itulah, sulit untuk mencari seorang spesialis dalam dunia PNS ini. Seorang Sarjana Hukum bisa menjadi seorang Kepala Bagian Pengembangan Pegawai. Padahal ada Biro Hukum. Namun karena masalah birokrasi dan pengalaman kerja, terkadang hal itu bisa saja terjadi.

Terkadang QQ mikir, mana yang lebih bagus? Spesialis atau Generalis?
Hadits Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa, "Apabila suatu pekerjaan tidak di tangan ahlinya, maka tunggulah kehancuran."
Entah mengapa, kalo menurut QQ, hadits ini adalah tentang spesialisasi sebuah pekerjaan. Jadi ada orang yang memang spesialisasinya di sana dan dia memang seharusnya mengerjakan hal tersebut. 

Namun memang ada kalanya seorang spesialis harus menjadi seorang generalis. Karena menurut QQ, seorang Spesialis jika dia terus menjadi seorang spesialis, maka karirnya adalah sebagai seorang teknisi atau pelaksana sebuah pekerjaan. Jika ingin maju, seorang spesialis harus menjelma menjadi seorang generalis. Namun dibutuhkan sebuah pola mutasi yang jelas untuk membuat spesialis-spesialis ini menjadi seorang generalis.

Lebih mudah menjelaskan sesuatu itu dengan contoh.
Katakanlah ada sebuah perusahaan dagang, Chronov Incorporated. Nih usahanya Penjualan retail barang-barang kebutuhan rumah tangga.
Chronov Inc ini punya Bagian Persediaan, Bagian Pemasaran, Bagian Kepegawaian, dan lain-lain.
Kita spesialisasikan, misalkan Bagian pemasaran memiliki Seksi-seksi sebagai berikut, Seksi Pemasaran Internal, Pemasaran External dan Seksi Pelayanan Pelanggan.

Katakanlah seseorang masuk pertama di Seksi Pelayanan Pelanggan. Biarkan dia menetap di seksi ini selama waktu yang dibuthkan agar dia menjadi spesialis di bidangnya. Kemudian baru dipindahkan ke Seksi Pemasaran Internal kemudian Pemasaran External dengan waktu yang memadai. Sehingga secara tidak langsung dia telah menjadi Spesialis di tiga seksi tersebut dan dia adalah seorang Generalis di Bagian Pemasaran. Barulah kemudian dia naik pangkat misalkan jadi Kepala Seksi Pelayanan Pelanggan. 

Dengan berbekal pengalamannya di tiga seksi itu, dia akan mampu naik ke Posisi Kepala Bagian Pemasaran. Kemudian lagi, baru dia bisa pindah ke posisi Kepala Bagian yang lain baik itu Persediaan, Kepegawaian dan lainnya. Setelah semuanya dia kuasai barulah dia menjadi Generalis sesungguhnya dan kata "is" bisa dihilangkan dan dia menjadi seorang GENERAL di perusahaan tersebut.

Namun yang sering terjadi dalam dunia Instansi Pemerintah adalah, kemampuan yang belum matang, kemudian dipindahkan ke tempat lain yang ga nyambung. Misalkan kita masuk ke Seksi Pelayanan Pelanggan, eh kemudian setahun berikutnya kita dipindahlan ke Seksi Pemeriksa Persediaan di Bagian Persediaan. Kemudian dipindah ladi ke Seksi Kepatuhan Internal di bawah Bagian Kepegawaian. Eh tahu-tahu promosinya malah jadi Kepala Bagian Keuangan misalnya.  Jalur karir ini menjadi rancu dan tidak jelas. Seseorang yang belum menjadi spesialis di bidangnya, belum pantas untuk menjadi seorang generalis, karena pengalamannya akan kurang cukup untuk memberikan penilaian yang memadai.

Yah, tapi takdir hidup manusia yaa...
Kita hanya berusaha menjalani semaksimal yang kita bisa.
QQ ga pernah bisa jadi spesialis di suatu bidang karena pola mutasi yang belum jelas ini. Suatu saat jadi operator Pencairan Dana, di saat lainnya jadi Petugas Rekonsiliasi. Anggap ajalah ini sebuah pengalaman dan pengalaman adalah guru terbaik dalam hidup kita. Semoga aja QQ ga jadi seorang generalis yang setengah matang. QQ pengen jadi Generalis karena QQ emang sudah pernah menjadi Spesialis di bidang-bidang sebelumnya.

No comments:

Post a Comment