Dalam pekerjaan sehari-hari kita, pernahkah kita merasa kok kayanya pekerjaan yang kita lakukan tuh cemen banget alias kok kayanya kita udah kuliah tinggi-tinggi tapi ternyata dapet kerjaan yang mungkin dikerjakan oleh anak lulusan SD juga bisa. Misalkan kita udah kuliah S1 selama 4 tahun lebih kurang, eh pas dapet kerja, ternyata kerjaan kita tiap hari cuma men-stempel berkas, men-staples berkas dan anter-anter surat. Pernahkah kita merasa seperti itu?
Jaman dulu (entah kapan), kayanya lulusan SMA tuh udah oke banget. Kemudian muncullah jenjang DI, DII dan DIII, pendidikan makin tinggi dan makin lama. Setelah itu lanjut lagi S1, S2 dan S3. Orang sekarang udah ga ada kayanya yang ngambil kuliah DI lagi deh, apalagi DII. Sekarang orang minimal ambilnya DIII atau langsung S1. Kemudian syarat untuk melamar pekerjaan sekarang meningkat, minimal DIII, minimal S1. Namun ternyata ketika diterima bekerja, pekerjaannya tetap pekerjaan yang seharusnya mungkin merupakan pekerjaan yang bisa dilakukan tanpa perlu gelar S1, jadi kita kerjakan.
Masalahnya adalah karena memang terkadang dalam dunia pekerjaan, gelar S1 tuh udah banjir dimana-mana, semua orang udah punya sampe-sampe cleaning service juga udah punya gelar S1. Sehingga, mau tak mau, kerjaan-kerjaan "cemen" tadi jadi jatuh juga ke tangan kita.
Sekarang kita perlu menghargai pekerjaan-pekerjaan 'cemen' tersebut dan tak lagi melabelinya dengan 'pekerjaan cemen'. Semuanya adalah sama pekerjaan tak perduli besar kecil, kompleks ataupun sederhana sebuah pekerjaan tersebut. Katakanlah kita kedapatan tugas men-staples berkas kemudian men-stempelnya. Namun kemudian kita merasa tersinggung dan memutuskan untuk malas bekerja. Lalu berkas-berkas kantor kita akan beterbangan kemana-mana karena tidak di-staples dan menjadi tidak sah karena belum mendapatkan stempel kantor.
Ada sebuah kisah tentang seorang pemeriksa kekencangan baut pada pesawat jamaah haji.
Jadi bapak ini tuh sering mengeluh. Dia adalah seorang insinyur teknik, namun sudah ebebrapa tahun ini dia hanya kedapatan pekerjaan sebagai inspektur baut pesawat. Dia bertugas memeriksa kekencangan baut roda, baut pintu dan semua jenis baut. Pada suatu hari dia berjumpa dengan seorang jamaah haji yang baru turun dari pesawat yang sebelumnya telah selesai dia periksa. Mereka kemudian mengobrol. Bapak ini mengeluhkan perihal pekerjaannya. Namun kemudian Jamaah Haji tersebut menanggapi, "Pekerjaan Bapak tidak kalan pentingnya dengan pilot. Jika bapak tidak melaksanakan pekerjaan bapak dengan baik, kemudian baut ban pesawat itu kendur lalu terlepas, maka saya tidak akan mendarat dengan selamat seperti sekarang ini...."
Sang Bapak itu tertegun dan konon dia berlinang air mata pada saat itu.
QQ ga tahu dah cerita ini bener apa nggak, pernah denger aja. dan somehow nih cerita terus aja melekat di benak QQ.
sekarang kita bayangkan kita akan menaiki tangga. Katakanlah ada 100 anak tangga di sana. Sebuah pertanyaan sederhana, apakah mungkin kita menaiki anak tangga mulai dari anak tangga ke 31? Atau apakah bisa kita memanjat anak tangga mulai dari tangga ke 53 saja?
Begitulah perumpamaan pekerjaan kita. Kita semuanya harus mendari dari bawah. Tidak ada ceritanya kita bisa mendaki tangga langsung loncat dari tangga ke 64.
Yah, sedikti ngeles, kecuali anda anak direktur perusahaan. Terus mendadak dapet warisan dan langsung jadi direktur, itu bisa saja. Tapi tanyakan lagi pada diri kita, "Apakah kita seberuntung itu...?"
Jadi ketika kita mendapatkan sebuah pekerjaan yang menurut kita 'cemen', berhentilah menganggap kerjaan kita tersebut 'cemen' alias tak berarti. Setiap bagian dari sepeda, meskipun ia hanya sekecil pentil ban, semuanya memiliki peranan masing-masing. Bedanya kita ama pentil ban adalah, kita bisa berkembang. Mungkin 3 tahun kita akan berjibaku sebagai tukang staples dan tukang stempel, tapi kita masih memiliki ruang untuk terus berkembang menjadi seorang dengan posisi dan pekerjaan yang lebih baik.
Jika kita saat ini adalah seorang tukang stempel, maka jadilah seorang Master Stempel... dimana stempel kita berada dalam kemiringan yang tepat dan takaran tinta yang pas.
Jika kita saat ini adalah seorang tukang steples, maka jadilah seorang Master Staples yang setiap kali kita menstaples, dokumen akan terjamin tidak berantakan lagi...
"Be the best at what we do, no matter how small..."
Itu adalah kutipan yang tepat untuk tulisan kali ini. Ga tahu siapa yang bilang, tapi QQ tiba-tiba aja kepikiran... eh, kalo ga ada yang klaim, maka QQ klaim itu jadi kutipan QQ. hehehe...
Jalani apa pekerjaan kita sekarang, jadilah orang yang terbaik yang pernah mengerjakan pekerjaan tersebut. Karena Tuhan tidak buta dan tidak tidur. Jalani pekerjaan kita dengan ikhlas dan sabar. Nantinya akan ada kesempatan bagi kita untuk berkembang.
Namun, jika di tempat yang sekarang kita tak kunjung berkembang dan kita tahu kita lebih baik dari ini, maka mungkin ini adalah saatnya bagi kita untuk mencari pekerjaan lain. Tuhan tidak pernah menggariskan kita harus kerja di tempat kita sekarang. Kita memiliki seluruh dunia untuk menjadi ladang bagi kita.
Terus berusaha untuk menjadi yang terbaik pada apapun yang kita kerjakan.
What can I do in one lifetime... I guess a lot. So let me share you a part of my one lifetime in this world. A wise man once said, "A smart person learn from his mistakes, but a wise person finds the smart person and learn from his mistakes altogether" Hope you can learn something from my story...
Who Am I? Not Spiderman
- Chronov
- Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia
- Rizky Novrianto is just an ordinary human being who try to live his life as extraordinary as it can be. I like to be different. You maybe able to find someone better than me, but You may never find someone like me. I hope common courtesy hasn't die yet. Treat people the way you want to be treated and even more, treat other people the way they want to be treated.
No comments:
Post a Comment