Who Am I? Not Spiderman

My photo
Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia
Rizky Novrianto is just an ordinary human being who try to live his life as extraordinary as it can be. I like to be different. You maybe able to find someone better than me, but You may never find someone like me. I hope common courtesy hasn't die yet. Treat people the way you want to be treated and even more, treat other people the way they want to be treated.

Wednesday, March 30, 2016

In The Heat of The Debate

Sebagai orang yang memiliki adat "ketimuran" maka sebuah konfrontasi secara frontal merupakan suatu hal yang sangat kita hindari karena adanya sebuah ketakutan untuk melukai perasaan orang lain. Misalkan dalam sebuah rapat, bos kita mengatakan A, namun kita mengetahui bahwa A tersebut tidak terlalu tepat. Jalan paling aman sih biasanya pake catetan atau bisik-bisik tetangga. Tapi misalkan posisi kita jauh dari si bos dan ruang gerak kita terbatas dalam ruangan tersebut. Kemungkinan paling besar yang terjadi adalah kita lebih memilih diam dan membiarkan hal tersebut tanpa mengkoreksinya.

Mungkin banyak dari kita akan berpendapat, "Ya iyalah mending diem, mau dipecat??"

Tapi alasan sebenarnya sebelum 'takut dipecat' adalah karena kita meraa ga enak membuat bos kita malu di muka umum, dan kemudian karena mempermalukan tersebut dan si bos adalah orang yang berpikiran sempit, ya kita bakal di pecat. 
sidenote: padahal bawahan macam ini yang harus dipertahankan dan si bos emang harus lebih rendah hati.

Dan tanpa sadar, kebiasaan ini QQ bawa ketika kuliah di Singapura. Konsep 'ketimuran' ini tertantang abis-abisan dalam sebuah mata kuliah bertemakan kepemimpinan. Jadi dalam mata kuliah itu setiap minggu diadakan diskusi kelompok dengan masing-masing anggota kelompok mengambil peran presenter, moderator dan audience. Setiap selesai diskusi, dikasih waktu sampe kelas berikutnya untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang disiapkan oleh dosen.

Dulu itu, kelompok QQ damai banget. Karena jumlah anggota kelas yang tidak terlalu banyak, cuma ada dua kelompok ketika itu. Dan dari apa yang QQ dengar, kelompok yang satunya itu kalo pas diskusi, panas banget dimana masing-masing orang bisa saling berbeda pendapat. Sementara kelompok QQ tuh kayanya sejalan banget, perdebatan yang ada ga pernah sampe panas.

Berdasarkan latar belakang 'ketimuran' tersebut, QQ malah menilai hal ini adalah suatu hal yang sangat baik karena kelompoknya bisa tetap menyelesaikan pekerjaan yang diberikan tanpa perlu melalui perdebatan yang sengit. Eh, ternyata dosennya menganggap itu adalah suatu hal yang tidak terlalu baik. Namun hampir setengah semester, QQ gagal paham kenapa dinamika kelompok yang damai tersebut menjadi tidak baik.

Lagi-lagi, QQ tuh kadang merasa, apa yang QQ dapetin di kampus tuh baru QQ pahamin setelah lulus, akh!

Kita tuh karena terlalu sopan... terlalu menghindari konfrontasi frontal, sehingga seringkali ketika berbeda pendapat, ya sudah mengalah saja. Ternyata, kebiasaan itu memilik dampak negatif jangka panjang loh... hati-hati...

Ibaratnya membuat sebuah keramik yang indah dari gumpalan tanah liat. Butuh panas yang tinggi dan kalo perlu tanah liatnya dipukul-pukul dulub isar gampang dibentuk. Jadi terkadang, "panas" dalan sebuah diskusi memang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang paling optimal. Hanya saja jangan terlalu panas, karena kalo panasnya berlebihan, keramik tadi bisa-bisa malah pecah.

Seninya di sini adalah bagaimana menemukan temperatur yang tepat agar diskusi menjadi semakin efektif untuk mencari hasil terbaik. 

Ketika kita sedang berdiskusi, misalkan pembahasan rancangan undang-undang. Tapi rapat cepet selesai karena audiens-nya langsung setuju tanpa perdebatan panjang. Maka perlu dipertanyakan, apakah hasil RUU tersebut sudah merupakan yang terbaik?

Namun bukan berarti kalo ga ada perdebatan panas otomatis hasil diskusinya ga efektif. Untuk membuat salad, kita tidah butuh panas sama sekali dan hasilnya memang maksimal ya begitu aja. Tergantung tujuan diskusinya.

Jadi bayangkan kalo dalam diskusi. pihak oposisinya nggak ngelawan. Maka sebuah keputusan akan keluar dengan begitu mudahnya. Pentingnya sebuah debat untuk menghasilkan hasil yang maksimal adalah dalam diskusi tersebut. Karena dalam panasnya diskusi tersebut bisa saja seseorang melemparkan sebuah ide yang belum terpikirkan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh orang-orang mulai panas membahas dan makin lama makin kritis. Untuk menciptakan kondisi ini, pemimpin rapat memiliki tanggung jawab untuk membuat semua anggota diskusi merasa nyaman dalam mengemukakan pendapatnya. Pemimpin rapat juga harus mengawasi jalannya diskusi dan menghentikan diskusi apabila panasnya sudah berlebihan karena hal itu berpotensi meembuat diskusi malah jadi tidak efektif.

Kalo suasana diskusi lagi tenang, tapi orang banyak maen HP, itu artinya kurang panas... perlu dikomporin lagi.
Kalo suasana diskusi lagi hot, banyak yang ngomong, tapi orang banyak maen HP, ada kemungkinan diskusinya udah terlalu panas dan akhirnya beberapa orang memutuskan mundur dari diskusi karena mendapatkan serangan yang tidak terlalu mengenakkan.

Orang tuh kadang takut, kalo sampe berantem di ruang rapat, nanti berantemnya lanjut di luar ruang rapat dan akhirnya ga bisa damai lagi. Orang tuh ada yang bilang, "What happened in Vegas, stay in Vegas", padahal kita juga bisa bikin, "Apa yang terjadi di ruang rapat, tetep tinggal di ruang rapat..."

Jadi kemungkinannya adalah karena orang saling ga enak sama orang lain ketika harus berbeda pendapat, atau orang-orang yang diundang diskusi memang bukan orang yang kompeten di bidangnya. 

Bandingkan sebuah contoh sederhana berikut:
A: "Mau makan apa?"
B: "Terserah"
C: "Terserah"
D teruuus sampe orang terakhir bilang, "Terserah:
A: "Ya udah, kita makan bakso aya yok..."
B,C,D dst: "Boleh"

Situasi kedua,
A: "Makan bakso yuk"
B: "Ga ah, banyak micinnya"
C: "Ga ah, ga ada nasinya"
A: "Kalo gitu kita makan apa nih?"
D: "Gimana kalo sushi aja?"
A: "Ih ga suka ikan mentah..."
C: "Kalo makan di Hanamasa aja gimana?"
D: "Ah nggak... mahall"
B: "Trus kita makan apa nih? Sate aja gimana?"
C: "Lewat deh, aku takut kena kanker..."
Bisa aja dialog di skenario kedua ini akan berjalan panjang dan lama, bisa aja ujung-ujungnya makan di pujasera yg menunya beragam atau mungkin semuanya makan di tempat yang berbeda.

Tapi bandingkan situasi pertama dan kedua, pada dialog pertama, kita ga mendapatkan informasi apa-apa, namun karena sebuah perdebatan yang panjang pada situasi kedua, kita mendapatkan informasi bahwa si B ga suka micin, si A ga suka sushi mentah, si C kalo makan mau yang ada nasinya dan si D pengennya makan yang murah meriah. Meskipun pada perdebatan kali ini ujung-ujungnya makannya pisah-pisah, bukan berarti berantem, tapi emang selera masing-masing orang berbeda dan ga harus dipaksakan sama. Yang sebaiknya dihindari adalah kalo sampe berantem dan musuhan.

Jadikan ini sebagai pelajaran, misalkan si A mau ngajak makan si D, maka dia udah tahu, "Wah, si D ga suka nih makanan yang mahal-mahal. Klo gitu, makannya di warteg aja ama si D." Misalkan loh yaa....

Jadi perdebatan dan terkadang berantem tuh cenderung menimbulkan panas, tapi dengan panas yang tepat, kita bisa memasak sesuatu yang enak. Hanya saja kalo udah panas, kita harus berhati-hati mengendalikan api-nya karena kalo panasnya berlebihan, yang terjadi adalah gosong. ini namanya effective heat.

Secara naluriah, kita memang sangat menghindari debat. Entah karena kita adalah orang yang "ketimuran" atau karena memang kita dibesarkan dengan cara seperti itu. QQ juga masih belajar untuk meningkatkan "panas" kalo lagi bertukar pendapat ama orang, namun terkadang banyak orang yang ketika menerima "panas" tersebut malah jadinya ngambek, atau mengira QQ marah.

No, QQ jarang banget marah, biasanya sih langsung bacok aja... hahaha...

Jangan mudah tersinggung, karena tersinggung itu akan mencegah kita dari mengetahui informasi-informasi yang berharga tentang kita. Alih-alih tersinggung, elaborasi lebih lanjut aja ketika ada orang yang menyampaikan sesuatu yang terkadang mungkin blm siap kita dengar.

"Aku benci kamu"
Trus kalo kita tersinggung, kita bakal bilang, "Ya udah, bye!"

Padahal kita bisa saja membuka sebuah perdebatan, "Kenapa kamu benci aku?"
Nah sekarang tinggal orang itu mau menjelaskan apa nggak. Kalo nggak mau, "Ya udah, bye!" tapi syukur-syukur kalo dia mau menjelaskan kenapa dia benci kita.

"Kamu tuh ya, kemaren aku panggil di kantin ga noleh-noleh... sombong!!!"
oh, ternyata dia ngambek karena itu.
"Sorry, aku kalo dipanggil dari arah kanan emang agak sulit karena telinga kananku kemaren ketabrak rak buku, jadi agak berkurang nih pendengaranku"
Dengan diskusi, temen kita jadi mendapat penjelasan dari kita. Namun ketika kita yang berada di posisi orang yang merasa benci sama orang lain, siap-siaplah buka sebuah diskusi. Daripada bilang, "Aku benci kamu!!!", gimana kalo kita bilangnya, "Eh, kemaren aku panggil kamu di kantin kok ga noleh?"

Diskusi, perdebatan jangan dihindari, karena dengannya kita bisa mendapatkan lebih banyak informasi. 
Mulailah dengan bertanya, "Kenapa.......?" ketika kita ingin membuka sebuah diskusi, and then brace your heart because the heat can make you sweat real good.

Ibarat kata orang, "Kalo ada 10 kepala mendefinisikan cinta, kita bisa mendapatkan 11 definisi"
Jadi, kepala boleh sama hitam... tapi isinya bisa beda. Bagaimana cara kita memahami orang lebih jauh? bawa orang tersebut ke dalam sebuah diskusi.

No comments:

Post a Comment