Who Am I? Not Spiderman

My photo
Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia
Rizky Novrianto is just an ordinary human being who try to live his life as extraordinary as it can be. I like to be different. You maybe able to find someone better than me, but You may never find someone like me. I hope common courtesy hasn't die yet. Treat people the way you want to be treated and even more, treat other people the way they want to be treated.

Thursday, March 10, 2016

Cost and Benefit in Relationship

Pernah denger kalimat ini? Homo homini lupus... Man is wolf to another man...

Mungkin ini adalah penerapan teori x yang lumayan ekstrim dimana kita mengasumsikan bahwa semua orang tuh adalah orang jahat yang diibaratkan dengan serigala. I have nothing against wolf, but that's what it said. Kalo kita perhatikan lebih jauh, serigala merupakan hewan yang berkelompok. Mereka terkadang selalu terlihat berkelompok, namun ketika bertemu dengan kelompok lainnya, mereka akan saling menyerang.

disclaimer:
Pengetahuan QQ tentang serigala tidak berdasarkan fakta, namun berdasarkan pengamatan terhadap kelompok serigala di film Twilight
#TeamJacob

Jadi, serigala yang kayanya jahat itu, sebenarnya baik, selama mereka berada dalam kelompok mereka. Tapi dalam hidup ini, kita sebagai manusia bukankah selalu bertemu dengan orang asing yang belum pernah kita kenal sebelumnya? Jadi proverb tersebut menyebutkan bahwa man is wolf to another man karena kita senantiasa keluar dari kelompok kita dan bertemu dengan orang asing.

Nah kemudian fakta lainnya adalah bahwa dalam hidup ini, kita dituntut untuk bersosialisasi. Dalam blog sebelumnya, QQ pernah nulis tentang benefit bersosialisasi melalui blog berjudul, Walking Alone and Walking Together. Ini adalah benefit terbesar dalam bersosialisasi, dimana kita mendapatkan sebuah companionship dari orang lain dan kita tidak akan merasa sendirian di dunia yang luas ini.

Sendirian merupakan hal yang mengerikan bahkan bagi seorang introvert, karena manusia tidak didesain untuk itu. Sehingga untuk mendapatkan benefit dari bersosialisasi berupa companionship tersebut, kita akan rela mengeluarkan cost untuk menggapainya.

Ketika QQ membahas konsep cost and benefit, maka keduanya tidak hanya sebatas material cost and benefit namun juga cost and benefit yang bersifat non-material. Karena nyatanya terkadang kita memang harus menggunakan cost yang bersifat material untuk mendapatkan benefit yang bersifat non-material.

Dulu ada yang pernah nanya, "Kenapa QQ mengkoleksi buku komik?"
Benar bahwa QQ emang suka baca komik, mungkin komik adalah satu-satunya hal yang QQ suka baca... hahaha...
Namun ada additional-motive dari kegiatan tersebut adalah untuk mencari teman. Dengan punya koleksi komik yang banyak, terkadang ada aja bahan pembicaraan yang berfungsi sebagai ice-breaker dalam sebuah percakapan. Lebih jauh lagi, "Eh, kalo mau minjem, dateng aja ke rumah..."

Melalui cost berupa komik-komik tersebut, QQ mendapatkan benefit dari bersosialisasi.

Nah, ketika misalkan komik tersebut kembalinya rusak karena si orang yang meminjamnya serampangan dalam membaca, hitung-hitungan cost and benefit akan masuk dalam proses penentuan nasib orang tersebut. Mana yang lebih besar, companionship yang dia berikan sebagai sahabat atau harga komik tersebut, yang dulu masih di bawah IDR 10k? 

Terkadang kita semua secara sadar ataupun tidak, melakukan hal ini. Ketika persahabatan itu tidak terlalu kerasa manfaatnya, maka tiba-tiba kita bisa saja menolak orang tersebut ketika ingin meminjam komik yang lain.

Konsep cost and benefit ini juga bisa digunakan untuk menganalisis kenapa orang yang berhubungan, misalkan suami istri, dalam kesehariannya kelihatannya berantem melulu, tapi masih tetap bertahan?
Atau misalkan sang suami suka pake kekerasan, tapi sang istri masih bertahan?

Setiap pukulan, setiap argumen yang kita terima, merupakan cost dalam sebuah hubungan. Namun hal yang tidak pernah kita ketahui adalah benefit apa yang diterima oleh orang tersebut sehingga mereka mau bertahan.
Bisa saja, meski suaminya kasar, sang istri bertahan karena Suaminya adalah sumber penafkahannya setiap bulan. Sehingga benefit yang dirasakan dari hidup berkecukupan, masih bersifat positif dibandingkan dengan cost yang dikeluarkan.
Atau mungkin hubungan sex-nya luar biasa, sehingga meskipun cost yang dikeluarkan begitu menyakitkan, ada benefit yang lebih besar yang bisa membuat kita bertahan.

Banyak kemungkinan lainnya, namun terkadang kalo kita melihat kejadian seperti ini, yang banyak kita lakukan adalah: mengeluhkan cost yang kita keluarkan tadi namun kita tidak menyebutkan tentang benefit yang kita dapatkan. Apa yang bisa membuat kita bertahan dikala cost yang kita keluarkan sangat besar? ingat-ingatlah saat-saat kita mendapatkan benefit-nya.

Nah, terkadang kita juga terjebak dalam sebuah konsep present cost, future benefit. Paling enak jelasinnya pake contoh hubungan pacaran. Terkadang seseorang rela mengeluarkan present cost meskipun ternyata pacarnya bajingan, dengan terus menerus mengharapkan future benefit berupa, "Siapa tahun nanti dia akan berubah jadi baik dan bertanggung jawab di masa yang akan datang..."

Yah, karena itu masa depan... bisa aja iya, bisa aja nggak.
Namun cost yang udah kita keluarkan itu bisa saja menjadi investasi. Kalau ternyata investasi tersebut menghasilkan, mana benefit yang akan kita terima di masa depan bisa saja lebih besar, namun yang namanya investasi, ada juga kemungkinannya untuk gagal dan ketika kita sadari, kita sudah mengeluarkan cost berupa waktu dan dedikasi yang terlalu besar untuk tahu bahwa si dia takkan berubah.

Maka kemudian akan muncul pertanyaan, kenapa QQ sampai saat ini belum memutuskan untuk menikah??
Pasti dari kalian banyak yang pengen tahu kan???
#GR

Barang substitusi dari "relationship" adalah "living single".
Sebuah hadits yang sangat menggambarkan ini adalah, "Dan sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain"

Terkadang dalam hidup kita, kita tuh merasa "dimanfaatkan" oleh orang lain, padahal kalo menurut QQ, Kalo QQ masih bisa dimanfaatkan, Alhamdulillah banget, artinya masih ada gunanya hidup.

Dalam tahapan ini, QQ sedang menikmati sebuah barang bernama "living single" dan hidup sendirian ini memiliki beberapa benefit tersendiri, namun tidak berarti karena hidup sendiri terus ga ada biaya. Banyak biayanya, contohnya longing for companionship (milih diungkapkan dalam bahasa inggris, soalnya kalo bahasa Indonesianya... kesepian, hahaha...)

Namun ketika kita harus menjalin hubungan, konsep benefit dalam "relationship" tersebut akan ditandingkan dengan benefit ketika "living single", begitu pula cost yang dikeluarkan untuk kedua pilihan tersebut.

Untuk seorang introvert, kecenderungan untuk pilihan hidup sendirian akan terdengar sangat menarik, karena cost yang terkait dengan berhubungan dengan manusia lain akan bisa diminimalisasi. Namun tak pelak, kadang benefit companionship tuh sangat menggoda dan untuk beberapa kali QQ udah mencoba itu, and yet, it always failed. Kayanya menemukan kepribadian yang cocok dengan kepribadian QQ tuh bukan suatu hal yang mudah. Ibaratnya tuh konsep job person match, jadi bukan karena kepribadiannya buruk, namun emang karena kepribadiannya ga cocok aja.

Tidak ada kepribadian yang buruk di dunia ini, yang ada kepribadian yang ga cocok antara satu dengan lainnya.

Extrovert tidak lebih baik daripada introvert ataupun sebaliknya. Masing-masing kepribadian memang memiliki kecocokannya masing-masing. Extrovert kalo disuruh ngikutin introvert, pasti bakal capek banget dan begitupun sebaliknya. Namun bukan berarti introvert dan extrovert bukan pasangan yang cocok.

Kepribadian tuh punya ribuan cabang dan ga sekedar inreovert atau ekstrovert. Dengan dukungan kombinasi kepribadian yang lain, maka kedua ujung spektrum kepribadian tersebut bisa saja cocok. Hanya saja, saling berusaha memahami satu sama lain, itu merupakan cost yang harus dikeluarkan. Sekarang tinggal, apakah benefit-nya sepadan?

Berteman, pacaran dan membina biduk rumah tangga memiliki cost yang berbeda. Jika kita mengeluarkan cost setinggi biaya yang dibutuhkan untuk membina biduk rumah tangga, namun hanya mendapatkan benefit yang setara dengan pertemanan, pertanyaannya kemudian menjadi, "Why bother?", ngapain kita repot-repot, lebih baik banyakin teman aja.

Jadi menurut QQ, benefit being single masih lebih besar daripada benefit being in a relationship. Maka dari itu, QQ masih menikmati kesendirian. Kalo butuh companionship, ada teman-teman yang bisa diajak jalan. Kalaupun ga ada, hey, being alone doesn't always mean lonely. Introvert enjoys solitariness.

Ketika dalam hidup kita ini nilai benefit-nya selalu negatif yang artinya lebih besar cost yang kita keluarkan, maka dampaknya adalah hidup yang tidak bahagia, penuh kekecewaan dan gampang marah. Karena faktanya adalah terkadang upaya yang kita keluarkan tidak sepadan dengan apa yang kita dapatkan.

ada dua hal yang bisa mengurangi rasa kecewa kita:

  1. Ikhlas, percaya dengan future benefit yang akan diberikan oleh Allah swt.
  2. Hidup mah nyantai aja... spent less cost, then every benefit that you get will always seem positive benefit.

Keduanya bisa diterapkan bergantian. 

So if I'm willing to spent some costs for you in form of time, money, effort and all, it means that I value your companionship above all of those costs. 
But when I think that your companionship only brings more pain and even more cost, dang it, I wont even spent one cent for you.

Kata kuncinya adalah, kembali ke blog sebelumnya, Jujur dan Adil.

No comments:

Post a Comment