Who Am I? Not Spiderman

My photo
Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia
Rizky Novrianto is just an ordinary human being who try to live his life as extraordinary as it can be. I like to be different. You maybe able to find someone better than me, but You may never find someone like me. I hope common courtesy hasn't die yet. Treat people the way you want to be treated and even more, treat other people the way they want to be treated.

Tuesday, July 2, 2013

Bagaimana Menanggapi Kritik

Kalo misalnya ada seseorang yang berkata bahwa, "Saya ingin semua orang menyukai saya..."
Maka, QQ bilang, "Dude, you're in a long, hard and painful way of life..."

Idealis banget keinginan seseorang untuk disukai oleh semua orang. Kalo udah pada pernah baca cerita QQ tentang Luqman, anaknya dan Seekor Keledai, maka kita seharusnya menyadari sebuah fakta bahwa, bahkan orang yang mulia sekalipun, pasti punya kelompok pembencinya. Nabi Muhammad SAW, manusia paling suci dan mulia di muka bumi ini-pun punya kelompok haters-nya.

Jadi kita harus berhadapan dengan kenyataan dan belajar untuk menerimanya, "Tidak semua orang akan bisa menyukai kita dan kita akan baik-baik saja dengan hal tersebut...life goes on..."

Nah kemudian bagaimana kita harus menghadapi kritik-kritik yang diberikan orang kepada kita? Kritik adalah sebuah bentuk ucapan yang berupa komentar. Namun kritik ini memang ada yang harus kita perhatikan dan ada juga yang memang harus kita abaikan begitu saja. Karena kembali ke bagian pembuka tulisan ini, ada orang yang memang ga suka pada kita dan mereka memberikan kritik untuk menjatuhkan kita.

Kritik bisa bersifat membangun, karena dengan adanya kritik, kita jadi bisa menyadari apa kekurangan kita dalam suatu hal. Namun, jika kita terlalu banyak menjadikan kritik sebagai landasan dalam hidup ini, ujung-ujungnya kita sendiri yang akan stress dan mungkin sedikit gila.

Misalkan gini, kita mengadakan suatu acara katakanlah sosialisasi kemudian karena kita ingin mendengarkan masukan dari peserta, kita mengedarkan semacam kuisioner kepuasan gitu. Kemudian kita baca tuh hasilnya. Sebagian ada yang memuji, sebagian ada yang mencaci dan sebagian ada yang yah, no komen gitu deh.

Mungkin yang harus kita lakukan pertama kali adalah memetakan kepuasan tersebut. Jika 95% mengatakan puas, 5 persen yang tidak puas ini merupakan minoritas. Namun terkadang justru 5 persen inilah yang justru paling memperhatikan kegiatan kita. Percaya ga percaya, untuk membenci seseorang kita harus mengetahui tentang orang itu secara mendalam.

Jadi mungkin emang bener kali ya, Benci dan Cinta itu emang dibatasi oleh sebuah garis yang amat tipis. eh menyimpang topik...

Nah, kemudian dari 5 persen tadi itu, manakah kritik yang harus kita beri perhatian sepenuhnya atau harus sepenuhnya harus kita abaikan.

Misalkan ada yang komen, "Acaranya dimulai terlambat, Penyampaian narasumbernya agak membosankan, Sound system-nya kurang jelas..." ini adalah kritik yang sifatnya membangun. Agar lain kali jika kita melakukan kegiatan serupa, ketepatan waktu harus lebih diperhatikan, Penyampaian materi narasumbernya harus lebih kreatif atau pemilihan sound system-nya agar lebih memadai.

Namun jika misalnya komentarnya seperti, "Tempat kegiatannya jelek, Narasumbernya ga ganteng, Snack-nya dikit, Narasumbernya minta yang professor dong... dll" ini adalah contoh kritik yang perlu kita baca sekali, terus langsung aja kita masukin ke mesin penghancur kertas... hahahaha...

Jadi untuk menghadapi kritik, kita harus bisa membedakan kiranya mana kritik yang akan membangun kita menjadi lebih baik dan kritik yang kiranya justru akan menjatuhkan kita dan membuat kita terpuruk.

Kerasa banget perihnya ketika kita udah jadi pembicara dalam sebuah acara, kemudian tiba-tiba ada yang bulis kritik, "Mas Rizky, kok penyampaian materinya agak membosankan, kurang gerak..." Meskipun kritik itu perihnya bak ditusuk ribuan belati dari The House of Flying Dagger, #L3b4y, tapi itu adalah kenyataan, karena itu yang dirasakan oleh orang lain.

Kaya misalnya kalo pas QQ nyanyi nih, perasaan yaaa... perasaan tuh, suara QQ kalo pas nyanyi ngikutin sebuah lagu tuh kayanya QQ udah bisa banget dah duet ama Mariah Carey nyanyiin lagu I Wanna Know What Love Is bahkan sampe ke 8 oktaf-nya itu. Tapiiiiiiii.... kita ga pernah bisa tahu, yang bisa tahu adalah orang yang mendengarkannya. Ternyata Falls juga... hikz... nadanya berjatuhan kaya waterfalls. hahaha...

Tapi kritik itulah yang akan membuat kita tahu bagaimana perasaan orang lain dan kita bisa melakukan sesuatu tentangnya. Coba seandainya temen-temen QQ kaya Nobita ato Suneo gitu, dan QQ adalah Giant. Giant ga nyadar kalo suaranya jelek, karena Nobita dan Suneo ga berani ngasih kritik ke Giant, yah, selain karena takut dikasih hadiah bogem mentah juga siiih... hahahaha....

Jadi setelah kita bisa membedakan mana kritik yang membangun, mana kritik yang menjatuhkan, kita bisa melakukan tahapan selanjutnya, yakni, Do something about that!! lakukan sesuatu untuk mengatasi kekurangan kita.

Misalkan ada yang bilang bau badan kita bau, maka mulailah belajar gunakan cologne atau kalo perlu parfum. Jika ada yang bilang penyampaian materi kita membosankan, mulailah belajar bagaimana cara presentasi yang baik, jika ada yang bilang kita ga ganteng, maka belajarlah dandan.

Namun, bagaimana jika kita memang ga bisa melakukan apapun tentang kekurangan kita itu? misalkan suara falls QQ...? Apakah kemudian kita harus berhenti hidup dan melakukan apa yang kita suka??

Bergurulah pada Mandra, Omas, dan para komedian lainnya yang memiliki fitur tubuh yang tidak dianggap tampan oleh planet Bumi ini (tapi mungkin di Mars, mereka idola lhoo...), belajarlah untuk MENTERTAWAKAN KEKURANGAN KITA. Jadi, jangan biarkan orang mentertawakan kita saja karena kekurangan kita, belajarlah untuk tertawa bersama mereka. Percaya ga percaya, dengan begitu, orang akan menganggap hal tersebut sudah tidak lucu lagi dan akhirnya akan berhenti mentertawakan kita.

Terkadang, orang bisa saja berlaku cuek terhadap sesuatu yang dia tidak suka. Namun bila kita memang bukan tipe orang yang bisa cuek terhadap sesuatu dan kemudian kita memaksa untuk cuek, nanti kita bisa makan hati terus. Menurut QQ, belajar untuk cuek lebih sulit daripada belajar untuk tertawa. Karena ga tahu kenapa, menurut QQ, dengan tertawa, kita juga sambil belajar menerima keadaan kita dan belajar mencintai diri kita apa adanya.

Kritik memang bisa membangun kita, selama kritik tersebut menyentuh bagian-bagian yang masih bisa kita perbaiki. Namun jika kritik tersebut sudah sepenuhnya nggak nyambung dengan kemampuan kita dan lebih mengarah pada fisik dan sesuatu yang memang apa kita adanya, maka akan lebih bijaksana bagi kita untuk mentertawakannya saja. Jangan diambil hati, karena bila kita terlalu mengambil hati, kita bisa berakhir seperti Luqman dan Anaknya yang menggendong keledai.

Jangan buat orang yang mengkritik kita (atas dasar benci) menjadi bersuka cita karena kita jatuh. Tunjukkanlah pada mereka kita bisa bangkit dan semakin mulia dengan kritik yang mereka berikan. Bila tidak, yah tertawa sajalah... hahaha...

No comments:

Post a Comment