Mau berangkat jam berapa pagi ini?
Mau tidur jam berapa malam ini?
Mau jalan kemana libur besok?
Setiap hari dalam kehidupan kita sebagai makhluk yang hidup dan bersosialisasi akan selalu dipenuhi dengan pengambilan keputusan, baik itu keputusan untuk kita sendiri ataupun keputusan terkait dengan orang lain.
Dalan sebuah analisa yang pernah disampaikan seorang dosen yang memiliki kapasitas juga sebagai psikolog, QQ tuh tipe orang yang ga bisa disalahkan and it is so true. You will need a whole lot of effort to take me down, if I don't feel like I'm doing something wrong. But If I'm on the wrong side, I will gladly to admit it, without you have to put the blame.
Ada serangkaian proses justifikasi yang cukup panjang dan terkadang lama sebelum QQ mengambil sebuah keputusan. Karena itu, untuk mengambil sebuah keputusan tuh sangat melelahkan mengingat risiko yang ada di dalamnya. Mengambil keputusan yang melibatkan diri sendiri aja susah, apalagi kalo hasil keputusan itu melibatkan orang lain.
Contoh keputusan yang melibatkan diri sendiri,
Lagi kongkow di Starbucks malem-malem, jam 11 malem mau pulang nih. Tahu-tahu pas keluar, eh hujan deras, sederas-derasnya. Kemudian kita dihadapkan dengan sebuah dilema, keputusan apa yang akan diambil? (Asumsi, dan kenyataan juga sih... QQ kendarannya adalah motor)
Kalo QQ, akan menjalankan simulasi.
Skenario A, nungguin hujan kelar yang belum tentu kapan kelarnya. Bisa jam 1 dini hari, bisa jam 3 dini hari, ato ga kelar-kelar ampe besok pagi. Tapi bisa juga, tahu-tahu 15 menit lagi selesai.
Skenario B, nerobos hujan karena QQ belum punya mantel ketika itu, trus minjem kresek buat melindungi barang-barang elektronik yang ga boleh kena air, tapi terkandung risiko di sini, bisa aja QQ kehujanan, kedinginan dan akibatnya pilek, demam atau tepar keesokan harinya
Nah, hasil keputusan ini sebenernya mayoritas melibatkan diri kita sendiri, yah meski kalo kita sakit ujung-ujungnya mempengaruhi kerjaan dan orang-orang di kantor juga. tapi itu adalah efek dari efek alias secondary effect yang belum harus masuk dalam pertimbangan utama.
Nah, kemudian katakanlah QQ akhirnya menempuh skenario B, terobos aja hujannya, ada beberapa skenario yang bisa terjadi
Skenario B.1. Nerobos hujan... trus udah basah kuyup, tahu-tahu pas sampe rumah hujannya stop. Ada kemungkinan di sini kita akan kesal dan berkata, "Tahu gitu, tunggu aja tadi bentar..."
Skenario B.2. Nerobos hujan... trus besok paginya drop karena flu dan akhirnya harus bolos kantor dan kena potongan penghasilan sebesar 5%. Ada kemungkinan di sini kita akan kesal dan berkata, "Tahu gitu, harusnya tadi nunggu hujan reda aja..."
Bahkan terkadang ada skenario B.3. yang merupakan kombinasi skenario B.1 dan B.2. dimana udah kehujanan, tahu-tahu sampe rumah hujan stop, eh besok paginya drop dan ga masuk kantor.
Tapi, against all odds ada skenario B.4. yang dimana kita nerobos hujan, ternyata hujannya beneran bertahan ampe besok paginya dan ternyata pas bangun besok pagi, kita masih sehat-sehat aja. Yang akan terjadi adalah kita bersyukur karena telah mengambil keputusan yang tepat.
Tapi kalo kita kembali ke ilmu statistika sederhana tentang peluang, kebayang ga sesungguhnya ada berapa skenario yang bisa dibuat dari situasi hipotetikal ini? tapi kalo kita lihat dari skenario terbatas yang ada di atas, dari keempat skenario, skenario ideal kita hanya 1. Jadi peluang keputusan yang kita ambil tepat tuh hanya 25%. Lebih besar peluang untuk keputusan kita salah.
Maka dari itu, penting untuk kita belajar bagaimana hidup dengan konsekuensi atas keputusan yang kita ambil.
Mau ga mau, dalam setiap keputusan yang kita ambil, akan selalu ada kemungkinan salahnya dan ada risiko yang akan terjadi. Maka dari itu, penting bagi kita untuk hidup pesimistis. Pernah ada sebuah teori yang bilang kalo orang pesimistis bisa hidup lebih panjang dari orang optimistis karena orang pesimis selalu memperkirakan skenario terburuk.
Tapi kalo QQ sih bilangnya, hidup pesimistis tapi tetap optimis... hahaha...
Nah, penting bagi kita untuk memperkirakan dampak dari keputusan yang akan kita ambil dalam hidup ini, sehingga kita ga kaget dan suatu hal tidak terjadi di luar rencana.
Contoh tadi, ada empat skenario yang sudah kita buat dan empat dampak yang akan kita hadapi apabila keputusan itu kita ambil. Kalo kita hidup hanya dengan pandangan optimis saja, kemungkinan besar kita hanya bersiap untuk skenario B.4 dan ketika skenario B.1 sampai B.3 yang terjadi, kita akan kesal. Namun sebagai orang optimis, meskipun kita sudah mempersiapkan empat skenario, masih ada saja kemungkinana kita kesal karena kita tidak suka dampaknya.
Maka penting untuk kita belajar bagaimana hidup dengan konsekuensi atas keputusan yang kita ambil.
Eh, keulang lagi kalimatnya... hahaha...
Jadi kalo kita sudah mengambil keputusan untuk menerobos hujan, artinya kita harus sudah siap dengan kemungkinan terburuknya (pandangan hidup pesimis), sehingga apabila ternyata besoknya kita jadi sakit dan harus bolos kerja dan kena potongan 5%, kita sudah siap menerima itu sebagai konsekuensi atas keputusan yang kita ambil dan itu konsekuensi yang sudah kita ketahui akan datang, so suck it up!!!.
Namun, ketika kita menjalani keputusan yang sudah kita ambil tersebut, selalulah berharap untuk skenario B.4 (pandangan hidup optimis), teruslah menjaga agar hati kita bahagia, karena hati yang riang gembira dan pandangan hidup optimis dapat membuat kondisi kita lebih kebal terhadap dampak negatif hujan dan angin kencang. Sehingga meski hanya 25%, pandangan hidup optimis dapat membuat peluang terjadinya skenario B.4 lebih besar dari hanya 25% saja.
Sehingga kita sudah siap dengan konsekuensi yang akan terjadi.
Mari kita bawa cara hidup dengan konsekuensi atas keputusan yang kita ambil sedikit lebih jauh dan ekstrim.
yaitu REALITA.
Kenyataannya, realita tak pernah semanis skenario apapun yang bisa kita buat.
Akhirnya kita memutuskan untuk pulang menerobos hujan dengan pertimbangan yang sudah kita ambil. Eh, pas di bunderan HI tahu-tahu helm yang dipake kemasukan air karena angin yang terlalu kencang, akibatnya mata kita kemasukan air dan jadi kriyep-keriyep. Eh dikala kita sedang ucek-ucek mata, tahu-tahu kita kehilangan keseimbangan dan menabrak mobil yang ada di depan kita.
Di luar skenario yang kita ciptakan tadi, ternyata kita malah berakhir di rumah sakit dengan tagihan perbaikan mobil orang yang kita tabrak, tagihan rumah sakit (walau di-cover oleh BPJS), dan potongan absen karena harus bolos kantor seminggu (karena cuti udah keburu abis buat dipake liburan). Bayangkan apa yang akan terjadi?
Berapa peluang kita akan mencaci maki dan menyalahkan hujan???
sangat besar.... if I may say...
Realita emang kadang pahit dan lebih pahit daripada apa yang bisa kita perkirakan.
Lalu gimana supaya kita bisa belajar hidup dengan konsekuensi atas keputusan yang kita ambil tadi?
Masih sama... Berpikirlah dengan pesimistis, namun hiduplah dengan optimis....
Sebagai orang yang pesimis, skenario yang bisa kita ciptakan tidak hanya empat tadi doang.
kita bisa menciptakan skenario B.5. mata kriyep-kriyep kena air hujan trus nabrak mobil didepan kita
atau skenario B.6. Motor lain yang kriyep-kriyep kena air hujan trus nabrak kita.
bahkan skenario B.7. Mobil kepleset air hujan, plus remnya ga mantep trus nabrak kita
yang lebih pesimis lagi ada skenario B.8. Kita kesambar petir di tengah hujan yang deras tersebut.
mau yang lebih ga masuk akal? ada skenario B.9. Anginnya terlalu kecang, ngejatuhin pohon dan akhirnya menimpa kita yang lagi lewat.
Kombinasi QQ sebagai orang introvert yang berfikir pesimistis, bisa ada 40 skenario yang QQ buat sebelum mengambil sebuah keputusan. Lalu apakah karena ada 39 skenario buruk dan hanya 1 skenario B.4. yang baik lalu QQ memutuskan untuk mengambil skenario A untuk menunggu hujan reda saja?
Jangan salah kakaaaak.... untuk skenario A, bisa-bisa ada 50 skenario turunan lagi atas kemungkinan yang terjadi kalo QQ ngambil skenario A. Serius, kalian bisa nyasar kalo masuk ke dalam otak QQ.
Maka di sinilah perlunya kita untuk hidup optimistis.
Kita memutuskan untuk mengambil skenario B, terobos hujan. dengan peluang skenario B.4 hanya 1/50 alias 2% saja di antara skenario-skenario buruk yang mungkin terjadi. Namun karena kita sudah mempertimbangkan skenario yang munkin terjadi, pandangan hidup optimis akan dapat membuat kita lebih waspada.
- Kita udah tahu nih ada kemungkinan mata-kriyep-kriyep kena air hujan, pastikan kaca helm kita turun dan bersih, atau jika ternyata airnya masuk dan kita susah ngelihat, stop dulu di tepi jalan buat ngucek-ngucek mata supaya kita ga nabrak orang.
- Untuk menghindari di tabrak orang, selalu pastikan kanan dan kiri kita aman sebelum melaju.
- Kita tahu nih ada kemungkinan ketiup angin kencang dan jatuh, maka pegangan erat sama setir motor dan hindari daerah pepohonan.
- Karena sudah memperkirakan kemungkinan tersambar petir, kalo ada petir kenceng, hindari lapangan luas.
Kombinasi dari berpikir pesimis dan hidup optimis ini akan bisa mempersiapkan diri kita lebih baik. Delalahnya ternyata skenario buruk yang sudah kita perkirakan tetap terjadi, maka kita sudah siap mendapatkan risiko itu ketika kita mengambil keputusan untuk menerobos hujan tadi.
Sehingga penting bagi kita untuk tidak mencari kambing hitam atas konsekuensi dari keputusan yang kita ambil. Nyalahin hujan, nyalahin petir, nyalahin temen (kalo sempet konsultasi dan minta saran), nyalahin temen (kalo ternyata yang ngajak nongkrong di Starbucks tadi adalah temen kita), ato bahkan nyalahin Tuhan.... doh!
Tanamkan ini secara sadar dalam diri kita bahwa setiap kita mengambil keputusan, kita sudah mempertimbangkannya secara masak-masak dan kita siap dengan konsekuensi terburuk yang bisa menimpa kita atas keputusan tersebut.
Ketika keputusan sudah diambil, kita harus siap dengan segala konsekuensinya dan tidak ada satupun yang harus disalahkan karena keputusan itu kita ambil dengan akal sehat kita.
Super delalahnya, ternyata realitanya masih belum bisa kita perkirakan dan terjadi sesuatu di luar 50 skenario yang kita buat tadi, maka itu masih dalam cakupan konsekuensi atas keputusan yang kita ambil.
Misalnya kita udah di rumah sakit, kaki digipsum karena kita ketiban pohon yang jatuh karena ketiup angin.
tiba-tiba kita terpikirkan
Skenario C. Pulangnya naik Uber aja dan motor biarin aja di parkiran.
Eiiit... tetep ga boleh kesel dan marah-marah karena kita mengambil keputusan yang salah.
Yang terjadi sudah terjadilah dan kita harus hidup dengan konsekuensi yang ada dan ambil yang terbaik dari apa yang ada.
Jadikan ini sebagai pengalaman dalam hidup kita untuk memperbaiki diri kita di masa yang akan datang.
Karena, keputusan apapun yang kita ambil, kalo emang mau ada hal buruk yang terjadi pada kita, ga perduli dimanapun kita berada, yang namanya takdir ya takdir aja.
Kita udah naik Uber nih, nyaman dong. Disopirin, ga kena hujan... eh tahu-tahu mobilnya ditabrak ama pengemudi motor yang memutuskan untuk menerobos hujan. eh, tahu-tahunya mobilnya ketiban pohon yang ketiup angin kencang.
Begitulah hidup kita, kalo kita terus menerus takut mengambil keputusan karena hal buruk akan terjadi, yang akan terjadi adalah kita menunggu hujan reda... eh tiba-tiba mall-nya kena bom.
Yupz... keputusan apapun yang kita ambil dalam hidup ini, akan selalu ada konsekuensi buruk yang bisa terjadi.
Perlu bagi kita untuk selalu berpikir optimis sehingga skenario-skenario buruk yang bisa terjadi dalam hidup kita ini. Tapi jangan sampai skenario itu terlihat dalam perbuatan kita. Perbuatan kita dalam hidup ini haruslan mencerminkan keoptimisan karena kita tahu bahwa sebesar-besarnya peluang hal buruk untuk terjadi, maka peluang hal baik untuk terjadi juga lebih besar.
Meskipun peluang kita nerobos hujan ini dengan kondisi selamat tiba di rumah dan tetap sehat besok paginya adalah hanya 2%, jangan percaya ama statistika sepenuhnya. peluang sebesar 2% tersebut bisa saja meningkat menjadi 99% karena kita sudah menempuh langkah-langkah untuk memastikan agar 49 skenario buruk lainnya tidak terjadi.
Dalam hidup kita, tentu saja keputusan yang kita ambil tidak hanya sebatas itu. Bayangkan dalam keseharian kita, bahkan kita harus mengambil keputusan yang menyangkut dengan nasib orang lain. Bayangkan jika ketika kita terjebak hujan tadi tidak sendirian, melainkan berdua bersama teman. Kita mungkin sudah siap untuk hidup dengan konsekuensi atas keputusan yang kita ambil, namun apakah kita yakin dengan teman kita??
TERSERAH, itu juga merupakan sebuah keputusan yang kita ambil. Maka dari itu, berhati-hatilah ketika kita mengatakan kata tersebut. Ketika kita mengatakan terserah kepada orang lain, maka kita mengatakan bahwa kita siap dengan konsekuensi atas keputusan yang diambil oleh teman kita tersebut. Jadi, kalo dalam benak kita masih cuma bisa memikirkan 10 skenario saja? jangan sembarangan bilang terserah. Karena akan banyak hal yang bisa terjadi di luar dugaan kita.
Contoh sederhana adalah untuk pengambilan keputusan untuk makan siang,
Mau makan di mana?
jawaban atas pertanyaan itu adalah sebuah keputusan. Akan sangat lebih baik jika dijawab dengan sebuah ketegasan, "Yok kita makan pecel ayam aja". Ketika keduanya setuju, maka dunia aman...
Tapi ketika kalian mau jawab, "Terserah." Pastikan kalian siap untuk tidak mengeluh ketika keputusan dibuatkan oleh orang lain.
Tiba-tiba diajak makan Soto Betawi, "Ehh... aku ga suka santan"
Diajak makan Sate Kambing, "Hmm... ga bisa makan kambing"
Diajak makan Gado-gado, "Duh... kayanya ga kenyang deh"
Pindah ke Ayam Penyet, "Wah... sambelnya kayanya pedes banget"
Tiba-tiba jadi pengen nabok ga sih???
Jadi jangan pernah membuat pengambilan keputusan pada diri orang lain menjadi lebih sulit daripada yang seharusnya. Hindari kata terserah, ketika kita memang ga siap dengan konsekuensinya. Bukalah diskusi instead of bilang terserah.
"Hmm... aku pengen makan yang berkuah dan anget-anget nih... tapi ga suka daun bawang"
"Hmm... aku pengen makan yang ga terlalu bikin kenyang, apa yaa...?"
Jadi, kalo QQ sampe bilang terserah. Itu artinya beneran terserah, ga ada arti lain. Karena sebelum QQ bilang terserah, ada ratusan skenario yang sudah berlangsung di kepala QQ yang kayanya QQ cukup yakin bahwa itu sudah termasuk dengan skenario-skenario yang kalian pikirkan, hahaha...
Bayangkan apalagi kalo kita adalah seorang Presiden RI yang keputusannya mempengaruhi 250juta jiwa di Indonesia dan bahkan beberapa juta orang di negara lain?
Be brave... make your decisions and live the consequences...
If it's good, praise the Lord and if it's bad, fix it and salvage what's best.
Think pessimistic, live optimistic dan siaplah hidup dengan konsekuensi atas keputusan yang kita ambil.
No comments:
Post a Comment